Jakarta, Suaranusantara.co – Aksi terorisme di Gereja Katedral Makassar pada Minggu Palma 28 Maret 2021 pukul 10.30 WITA, sempat melahirkan rasa takut. Perasaan itu makin kuat tatkala teroris lainnya, ZA, menerobos masuk ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu 31 Maret 2021 sore.
Dibanding aksi terorisme pasangan suami istri (L dan YSF) di Makassar, aksi ZA di Mabes Polri sesungguhnya lebih menebarkan rasa takut.
Kenapa? Pertama, karena aksi ini dilakukan oleh seorang gadis 25 tahun. Seorang diri dan perempuan. Kaum yang secara fisik dan kodrati lemah dibanding laki-laki. Dia tidak melawan orang per orangan, polisi pria sekali pun, tetapi sebuah institusi. Ini sebuah simbol perlawanan yang dahsyat.
Kedua, itu terjadi di Mabes Polri. Ibarat tubuh manusia, ini adalah jantung keamanan negara. Kalau markas polisi saja bisa dimasuki, apalagi tempat-tempat “awam” yang jauh dari pengamanan.
Meskipun pada akhirnya, baik pasangan L dan YSF di Makassar maupun ZA tewas. Di Makassar, teroris tewas oleh bom yang mereka gendong sendiri, sedangkan di Mabes Polri ZA meregang nyawa oleh timah panas aparat. Bagi pelaku teror, kematian dengan cara demikian mengantar mereka ke surga. Mati syahid.
Namun bagi yang lain, mereka sudah menghadirkan rasa takut yang mencekam. Rasa ini paling tidak tercermin dari kehadiran umat pada misa Trihari Suci.
Fakta
Di Gereja Santa Maria Regina, Paroki Bintaro Jaya, misalnya. Kuota untuk misa offline terisi penuh. Faktanya, masih ada kursi-kursi kosong yang tidak diduduki. Padahal gereja sudah dijaga aparat TNI dan Polri, sehingga keamanan cukup terjamin. Kenyataan serupa bisa jadi juga terjadi di gereja-gereja lain.
Sesungguhnya takut berlebihan akibat aksi teror tidak perlu. Apalagi kalau ditempatkan dalam konteks perayaan Paskah. Sebab Paskah adalah peringatan peristiwa wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Ia menderita, wafat dan dimakamkan, tetapi kemudian bangkit dari alam maut.
Artinya, ini adalah perayaan melawan terorisme rasa takut. Takut akan kematian sekali pun. Sebab setelah kematian, seperti janji-Nya, kita akan dibangkitkan.
Namun, Paskah tidak juga mengajarkan orang untuk mati secara konyol ala teroris di Gereja Katedral Makassar dan Mabes Polri. Sebab mati untuk dan demi menyelamatkan orang lain sangat bernilai tinggi, dibanding mati karena ingin membunuh orang lain. Yang terakhir ini sesungguhnya adalah kejahatan.
Karena itu pesan dari Paskah adalah jangan takut. Terhadap apa pun. Termasuk pada kematian dan ancaman para teroris. Bila kita takut, maka mereka menang. Sebab tujuan dari aksi terorisme adalah menciptakan ketakutan yang massif.
Dengan melawan rasa takut yang diciptakan, pada saat bersamaan kita melawan para teroris brengsek itu. Meski demikian, kita tetap berhati-hati karena kapan saja mereka bisa menebarkan ketakutan yang lain.
Pesan Paus
Tentang perintah jangan takut, juga disampaikan Paus Fransiskus dalam homili misa Vigili Paskah di Basilika St Petrus, Sabtu 3 April 2021 malam waktu Vatikan.
Ia mengutip kata-kata Malaikat kepada mereka (Maria Magdalena) yang mendatangi kubur Yesus. “Jangan Takut. Kamu mencari Yesus dari Nasaret yang sudah disalibkan. Dia sudah bangkit.” Ia lalu menekankan, “Ia sudah mendahului kamu ke Galilea, di sana kamu akan melihat-Nya.”
Dalam renungannya, Paus Fransiskus lebih mengelaborasi frase “Pergi ke Galilea”. Di Galilea antara lain, kata Sri Paus, rasa takut akan di ganti dengan harapan.
Lebih jauh, ada tiga poin yang di renungkan Bapa Suci dari frase “Pergi ke Galilea” ini. Dalam konteks tulisan ini, saya mengutip poin yang ketiga saja.
Disebutkan, sebagaimana dikutip dari catholicnewsagency.com, pesan paskah ketiga Bapa Suci adalah bahwa Tuhan yang bangkit mencintai kita tanpa batas dalam setiap situasi kehidupan kita.
“Dia mengundang kita untuk menjebol berbagai tembok pembatas, meruntuhkan praduga dan rasa curiga, dan mendekatkan diri kepada mereka yang sehari-hari berada di sekitar kita. Guna menemukan rahmat kehidupan setiap hari. Mari kita menyadari kehadiran dalam situasi Galilea kita masing-masing, dalam kehidupan setiap hari. Dalam Dia, kehidupan akan berubah,” kata Sri Paus.
Dia meneruskan, “Sebab kebangkitan mengatasi semua rasa kalah, kejahatan/dosa, dan kekerasan. Mengatasi penderitaan dan kematian. Kebangkitan Tuhan menghidupkan dan membimbing sejarah.”
Karena itu Paskah membimbing siapa pun untuk tidak takut apalagi takut terhadap para teroris. Sebaliknya, mereka (teroris) dirangkul untuk kembali ke jalan yang benar. Maka pada momen ini memaafkan dan mengampuni pelaku teror di Gereja Katedral Makassar (dan Mabes Polri) adalah juga buah terindah Paskah tahun ini.