Oleh : Ferdy Robin Dana *
Labuan Bajo. Suaranusantara.co – Tepat di hari raya semua orang kudus, Jumat (01/10/2014), Gereja Katolik Indonesia resmi bertambah satu keuskupan. Iya, itulah Keuskupan Labuan Bajo dengan Mgr Maksimus Regus Pr, sebagai uskupnya.
Keuskupan Labuan Bajo adalah pemekaran dari Keuskupan Ruteng dengan jumlah umat katolik sebanyak 645.411 jiwa dan 61 paroki. Saat ini, Mgr. Siprianus Hormat, Pr, menjadi Uskup Keuskupan Ruteng. Ia menjadi uskup bagi dua kabupaten, yakni Manggarai dan Manggarai Timur. Dengan ditahbiskannya Uskup Maksimus Regus, Pr, Manggarai Barat menjadi keuskupan sendiri dengan sebutan Keuskupan Labuan Bajo sesuai dengan nama ibukota Kabupaten Manggarai Barat.
Mgr. Maksimus Regus, Pr, ditahbiskan menjadi uskup pertama di Keuskupan Labuan Bajo. Ia akan ditahbiskan oleh Mgr Ignatius Kardinal Suharyo, Uskup Agung Jakarta didampingi Mgr Siprianus Hormat, Uskup Ruteng, dan Mgr Paul Budi Kleden, SVD, Uskup Agung Ende. Nuntius Mgr Piero Piepo tidak hadir karena sedang cuti tahunan di Vatican. Semua Uskup Se-Indonesia turut hadir memberikan dukungan penuh kepada uskup baru ini. Tidak ketinggalan Dirjen Bimas Katolik hadir di Kota Premium Labuan Bajo itu.
Hari ini, Labuan Bajo disulap menjadi Vatican mini Semalam. Di semua Gereja dan Kelompok Umat Basis setiap hari mempersiapkan peristiwa Agung ini. Semua bersukacita. Kota Labuan Bajo pun didandan indah di semua lini. Tengok saja Bandara Komodo. Tamu undangan tahbisan dari berbagai pulau datang silih berganti. Di mana-mana, berdiri umbul-umbul ucapan selamat datang kepada para tamu yang hadir. Semua bersorak menyambut kelahiran keuskupan dan sang uskup baru.
Umat pun tak henti-hentinya mendaraskan doa mohon kepada Tuhan untuk kelancaran upacara agung ini. Uskup terpilih Mgr Max Regus, sejak 15 Oktober, 2024 sudah berada di kota Labuan Bajo dengan diawali dengan berbagai ritus “Tiba Meka” sapaan adat Manggarai diberbagai titik wilayah Keuskupan Labuan Bajo. Umat Keuskupan Labuan Bajo menyambut dengan sukacita pristiwa agung ini.
Kecil nan Gesit
Saya mengenal Maximus Regus pertama kali 1986. Secara kebetulan rumah transit saya sebelum ke Seminari Kisol, berdekatan dengan rumah Mgr. Maksi. Keluarga saya memberitahu saya bahwa tetangga mereka (Mgr Maksi) juga masuk Seminari Kisol. Terbesit rasa senang karena saya akan punya teman baru. Betul sekali, kami bersama-sama menuju Kisol sebagai murid baru. Ia berperawakan kecil. Tidak begitu istimewa secara tampilan. Sederhana dan terkesan polos. Saat mengawali pendidikan di seminari, ia juga biasa-biasa saja. Karena ia tidak masuk nominasi 1 – 10. Menjalani kehidupan 3 tahun pertama juga biasa saja, kehidupan doa, akademik dan relasi sosial sama seperti siswa kebanyakan. Badannya pun tetap kurus dan kecil.
Memasuki paruh kedua di Seminari Kisol sudah mulai kelihatan bahwa dia adalah anak special. Terlihat gesit saat jalan. Lari juga gesit. Rasa percaya dirinya begitu nampak terlihat. Ia semakin sering tampil di panggung sebagai pemain musik juga sebagai pelawak. Untuk yang kedua ini, sempat berpikir, dari mana darah melawak dari Mgr Maksimus ini datang?
Saya mengenal kedua orang tuanya. Mereka adalah keluarga pendidik yang tidak terlihat melucu. Tapi Maksi kok jadi jago melawak?
Ia juga seorang pemain bas handal. Bila sedang memainkan gitar bas, jarinya begitu gesit seperti sedang menari sambil berlari. Kerap terdengar bunyi aneh tapi sangat harmoni. Ini salah satu kelebihan dari si kecil nan gesit itu.
Dua bakat ini dilakoni sama baiknya. Bila melawak, imajinasinya begitu tinggi. Setiap kata, kalimat dan situasi apapun bisa ia berubah menjadi bahan cerita indah yang memunculkan gelak tawa yang mengocok perut. Imajinasi itu jadi tanda-tanda yang jelas sebagai manusia cerdas.
Sebagai musisi ia bahkan sampai di tangga puncak, ketua musik Seminari Kisol. Hanya orang profesional yang bisa mencapai tangga itu.
Memikat Biduan SMA Suryadikara
Ketika itu, SMA Syuradikara, Ende, mengadakan malam keakraban dengan siswa SMA Seminari Kisol. Musisi Seminari Kisol, yang digawangi Maxi Regus berkolaborasi dengan Musisi SMA Syuradikara, Faris CS. Dengan biduan cantik SMA Syuradikara kala itu, Yanti Sutrisno. Lagu galau “Hatiku, Hatimu” yang dinyanyikan oleh sang biduan seperti mematok sang basis untuk tidak mau salah. Kolaborasi tim Maksi dengan tim Faris membuat mata dan hati tertegun. Luar biasa! Maksi dan teman-teman seperti membawa para pendengar untuk tidak mau beranjak dari tempat duduk. Sang biduan pun tidak ingin lepas dari iringan Maksi.
Dipanggung lain, Max menjalani peran acting sebagai pelawak, yang kemunculannya selalu ditunggu-tunggu. Bersama Pontius Mudin, Poli Sola, Sixtus Harson, kemunculan mereka dipanggung selalu mengocok perut. Sahutan antara terbahak-bahak dan terkekeh-kekeh tiada henti oleh akting mereka yang tidak terduga-duga. Praeses Seminari saat itu, Rm Alfons Segar tidak lepas dari bahan lawakan mereka. Singkatnya dalam seluruh kiprah mereka selalu membuat orang tertawa. Hidup dibuat indah, rileks dan tidak tegang saat bersama mereka.
Melayang Jadi seorang intelektual.
Dalam perjalanan selanjutnya Maksi banyak hadir sebagai intelektual hebat. Pendapatnya bertebaran di mana-mana baik lewat buku atau opini diberbagai media. Wajahnya juga sering terlihat di meja seminar membagikan pemikirian kritisnya. Tidak heran bila pendapatnya selalu ditunggu-tunggu. Ibu Ery Seda, yang pernah menjadi salah satu dosennya mengungkapkan kekagumanny. “Romo Maksi, mahasiswa sangat special, saat kuliah di UI dulu. Sering berdiskusi dan berdialog dengan saya di luar kuliah. Ia sangat mendukung saat melanjutkan doktoralnya di Tilburg, Belanda. Kampus yang sama dengan ayahanda, Frans Seda.
Uskup Maksi punya kecerdasan sosial. Ia memiliki jaringan national dan international yang hebat. Melayang jauh seperti imajinasinya saat menjadi pelawak. Tapi kali ini, ia melawak untuk memberikan pendapat kritis di tengah banyaknya pelawak-pelawak karbitan tanpa isi. Daya kritisnya selalu jadi bahan diskusi kaum terdidik. Juga sering mengusik kemapanan mereka yang enak duduk di kursi empuk hasil keringat masyarakat kecil. Inilah intelektual sejati. Maksi tampil menjadi seorang sosiolog, yang memang sangat dibutuhkan Keuskupan Labuan Bajo. Si kecil nan gesit itu tetap sederhana di balik jabatannya sebagai gembala bagi umat Keuskupan Labuan Bajo. Melawak dan bermusiklah dengan gesit, teman, inilah panggungmu kini.
Selamat bertugas Bapa Uskup Maksi Regus. Proficiat.
Penulis adalah teman angkatan Mgr Maksi Regus di SMP Seminari Kisol, tinggal di Jakarta.