Ruteng, Suaranusantara.co – Penanganan kasus perusakan pagar kantor bupati yang sedang ditangani oleh Aparat Kepolisian Resort (Polres) Manggarai dinilai sarat kriminalisasi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Hal tersebut disampaikan oleh Divisi Pembelaan HAM-Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), saat dihubungi via telepon seluler pada Selasa (18/3/2025).
Kepala divisi pembelaan HAM-AMAN, Sinung Karto menjelaskan penanganan kasus tersebut merupakan upaya untuk mengkriminalisasi perjuangan masyarakat adat Poco Leok.
Sinung juga menyebut, hak untuk menyampaikan pendapat secara bebas di muka umum, dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan yang ia maksudkan adalah UUD 1945, UU No. 9 Tahun 1998 dan Instrumen HAM Internasional yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia.
“Hak berpendapat di muka umum dijamin dan dilindungi konstitusi kita”, jelas Sinung.
Sinung menambahkan AMAN yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Poco Leok, telah mengutus tim lawyer untuk mendampingi warga dalam proses hukum yang sedang berjalan.
“Yang pastinya, kami siap mendampingi masyarakat Poco Leok dalam proses hukum yang saat ini sedang berproses di Polres Manggarai”, tambahnya.
Sinung juga mendesak Polres Manggarai untuk mendapatkan kejelasan terkait dengan tindakan aksi yang menyebabkan kerusakan gerbang kantor Bupati Manggarai.
“Apakah perusakan itu dilakukan oleh warga aliansi atau petugas kemanan yang mengkawal aksi?”, tanya Sinung.
Sinung mengaku, memiliki dan telah mengamati rekaman video mengenai situasi dan kondisi pada saat aksi berlangsung.
Dalam video tersebut, terang Sinung, gerbang jatuh ke arah peserta aksi yang diakibatkan oleh dorongan yang kuat dari polisi dan pol-PP.
“Pihak kemananan yang mendorong dengan kuat sehingga gerbang jatuh ke peserta aksi”, terangnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh salah satu kuasa hukum, Judianto Simanjuntak.
Ia mendesak Polres Manggarai untuk menghentikan segala bentuk pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Pemuda Poco Leok dan juga peserta aksi yang lainnya.
Desakan tersebut ia sampaikan setelah mengamati video yang beredar, robohnya gerbang kantor bupati yang justru ke arah peserta aksi bukan ke petugas kemananan.
“Ini menunjukan bahwa petugas yang mendorong dengan kuat, sehingga gerbang tersebut roboh”, jelas Judianto.
Judianto menambahkan bahwa robohnya pintu gerbang tersebut adalah sebuah skenario dan rekayasa dari anggota Kepolisian dan Satpol PP yang mengkawal jalannya aksi.
Ia dan timnya mengaku akan mengkawal proses ini dengan baik, supaya tidak terjadi upaya kriminalisasi dan tindakan yang melanggar prinsip-prinsip hukum.
“Harusnya yang dipanggil dan diperiksa adalah anggota Polisi dan Satpol PP, karena mereka yang mendorong pintu gerbang ke arah peserta aksi dan menyebabkan pintu gerbang tersebut roboh”, sambungnya.
Kronologi Kasus Dan Pemeriksaan Korlap
Laporan polisi ini bermula ketika Warga dan Serikat Pemuda NTT yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Poco Leok melakukan aksi demonstrasi menolak pembangunan proyek Geotermal pada Senin (3/3/2025).
Pada saat demonstrasi, terjadi aksi saling dorong antara pihak kemananan dan masa aksi yang menyebabkan rubuhnya gerbang utama kantor Bupati Manggarai.
Setelah kejadian tersebut, Bupati Herybertus G. L. Nabit melalui Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Manggarai melaporkan masa aksi ke Polres Manggarai.
Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Manggarai menerima aduan tersebut dengan menerbitkan laporan polisi Nomor : LP B/77/III/2025/SPKT/RES MANGGARAI/POLDA NTT.
Pada hari Kamis (13/3/2025), Polres Manggarai melaksanakan gelar perkara peningkatan status dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan.
Polres Manggarai selanjutnya mengeluarkan surat panggilan pertama kepada dua orang koordinator lapangan (Korlap), yang diterbitkan melalui surat perintah penyidikan pada Jum’at (14/3/2025).
Korlap aksi, Kristianus ‘Tino’ Jaret dan Maksimilianus ‘Milin’ Neter memenuhi panggilan Polres Manggarai pada Senin (17/3/2025)
Keduanya hadir di Polres Manggarai didampingi Tim Kuasa Hukum yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Poco Leok.
Selama empat jam proses pemeriksaan tersebut, Tino dan Milin dipanggil dalam kapasitas sebagai saksi dan dimintai keterangan terkait dengan proses dan keterlibatan pihak-pihak dalam aksi tersebut.
Pengumpulan Donasi 500 Rupiah
Muhamad Jamil, kuasa hukum dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), mengungkapkan pihaknya, sedang melakukan upaya pengumpulan donasi “500 rupiah”.
Pengumpulan donasi ini dilakukan untuk meminta simpati dan dukungan publik atas kerusakan gerbang kantor Bupati Manggarai.
“Pengumpulan koin ini sebagai salah satu bentuk solidaritas untuk segera memperbaiki pagar yang rusak, agar Bupati Manggarai bisa bekerja nyaman dan aman tanpa diganggu oleh masyarakat yg memilihnya”, jelas Jamil.
Senada dengan pernyataan dua kuasa hukum lainnya, Jamil menambahkan bahwa aksi demonstrasi merupakan hak setiap manusia untuk menyampaikan pendapatnya.
Menurutnya, warga aliansi sangat layak dan wajar melakukan aksi penolakan karena dampak buruk kehadiran Geotermal bagi masyarakat Poco Leok nantinya.
Jamil menegaskan, akan memberikan pendampingan hukum kepada warga aliansi yang sedang menjalani proses pemeriksaan.
“Kami akan mengambil langkah tegas untuk melaporkan Polres Manggarai ke Divisi Propam Mabes Polri”, tegasnya.
Penulis: Patris Agat