Oleh: Rakhsan G, Universitas Al-Azhar indonesia
Jakarta, Suaranusantara.co – Mahkamah Agung bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia dan AIPJ 2 (Australisa-Indonesia Partnership for Justice 2) menyelenggarakan Lomba Karya Tulis Ilmiah Hukum Berbasis Putusan Pengadilan. Kegiatan ini adalah dalam rangka membangun dialog melalui tulisan dengan mahasiswa, akademisi, praktisi hukum dan lainnya untuk mendapatkan perspektif baru dari sudut pandang outsiders.
Apa yang melatarbelakangi kegiatan ini? Digitalisasi dan globalisasi pada masa transformasi setelah masa Pandemi Covid 19) di seluruh dunia, memberikan dampak pada perkembangan inovasi yang sangat pesat. Kondisi perkembangan dalam dunia bisnis yang dinamis dan berfluktuasi terdampak. Sehingga kondisi persiangan bisnis yang ketat sampai tragedi saling sikut dalam menjalankan bisnis tidak lagi terhindarkan.
Kondisi persaingan bisnis secara terbuka antar para pelaku usaha dalam negeri yang masuk ke dalam pasar internasional, menyebabkan kalah saingnya antara produk lokal dalam negeri dengan produk impor. Meskipun secara kualitas pengolahan bahan baku dan hasil jadi yang dikemas dapat bersaing, namun di lain sisi stigma bahwa produk impor lebih baik dibandingkan produk lokal perlu dihilangkan demi keberlangsungan bisnis usaha.
Hukum kontrak merupakan jembatan penghubung antara konsistensi penegakan hukum dan keamanan yang dirasakan oleh para investor maupun para pelaku usaha terkait dengan kemudahan dalam melakukan usaha. Di sisi lain, proses penegakan hukum melihat perkembangan dan sektor usaha Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang dititikberatkan oleh pemerintah, di mana para penegak hukum perlu untuk mempertimbangkan pengenaan biaya satu pintu dan dapat terjangkau oleh semua pihak.
Di tengah kebingungan dan stagnasi setelah melalui badai Pandemi Covid 19, Mahkamah Agung bersama dengan pemerintahan selaku regulator terus melakukan riset dan upaya menggeliatkan kembali sektor bisnis di Indonesia secara khususnya, terlebih Mahkamah Agung selaku penegak hukum memiliki peran yang cukup penting dalam berlangsungnya sektor bisnis dan usaha. Konsistensi putusan lembaga penegak hukum dan faktor kemudahan melakukan usaha pada segi regulator dapat kembali memancing geliat investasi asing maupun lokal demi terciptanya iklim kegiatan usaha yang sehat.
Hal ini berari menandakan bahwa sistem peradilan di Indonesia belum mampu mendapatkan kepercayaan secara penuh dari masyarakatnya. Melihat kondisi ini terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan masih terjadinya inkonsistensi dalam peradilan hukum di Indonesia, antara lain:
- Reputasi Pelaksanaan Peradilan
- Mahalnya Biaya Administrasi
- Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga Peradilan
Mengutip Binziad Kadafi, S.H., LL.M., Ph.D selaku anggota Komisi Yudisial (KY), ia mengatakan, “Bahwa berdasarkan survei yang dilakukan antara rentang periode tahun 2015 – 2022 diantara banyaknya penduduk Indonesia yang menyentuh di atas 270 juta jiwa. hanya sekitar +/- 39.000 gugatan yang masuk kedalam pengadilan dan itu pun hanya sampai pada Pengadilan Negeri (PN) tingkat pertama. Ini berarti hanya sekitar 0.01% dan sisanya hanya diselesaikan melalui ranah non litigasi dibalik pengadilan”.