Jakarta.suaranusantara.co – Kapolri melalui Kapolda NTT sebaiknya segera mencopot Kapolres Nagekeo, AKBP Yudha Pranata. Pasalnya, sampai saat ini pengusutan dugaan korupsi pembangunan
Pasar Danga, Kabupaten Nagekeo belum tuntas.
Padahal sudah tiga orang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus tersebut. “Sebagian masyarakat Nagekeo menduga termasuk saya, bahwa penanganan kasus Pasar Danga dipaksanakan demi tujuan tertentu. Dugaan ini didasari sampai saat ini berkas perkara lima tersangka tak diterima pihak kejaksaan karena kurang bukti,” kata pengajar Ilmu Hukum Pidana Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Menurut Edi, sesuai dengan KUHAP, polisi menerima laporan masyarakat untuk dimulainya penyelidikan minimal dua alat bukti. Dugaan dua alat bukti didalami dalam proses penyelidikan melalui pemanggilan para saksi termasuk terlapor.
Setelah semua saksi dan terlapor atau para terlapor dimintai keterangan, dilakukan gelar perkara untuk menentukan ada peristiwa pidana atau tidak.
Kalau ditemukan peristiwa pidananya sesuai dugaan awal dengan dua alat bukti, maka dinaikan statusnya ke tingkat penyidikan.
Kemudian di tingkat penyidikan kembali para saksi dan para terlapor diperiksa untuk ditentukan siapa tersangkanya.
Pada tingkat penyidikan ini kembali penyidik mendalami dan berkoordinasi dengan pihak kejaksaan.
Pihak Kejaksaan pasti menolak berkas dari penyidik Polri kalau buktinya tidak lengkap atau kurang bukti.
“Kalau bukti tidak cukup, maka penyidik harus segera menghentikan penyidikan kasus yang dimaksud,” tegas Edi Hardum advokat dari Kantor Hukum “Edi Hardum and Partners” ini.
Edi menyayangkan, tiga orang terkait kasus Pasar Danga telah ditetapkan tersangka sejak Maret 2023. “Sekarang bulan Desember 2023. Kenapa Kapolres Nagekeo tidak menghentikan penyidikan kasus ini serta keluarkan Surat Penghentikan Penyidikan Perkara (SP3) untuk tiga orang tersebut kalau bukti tidak cukup ? Mengapa menggantung nasib orang status tersangka ?
” Pekerjaan Kapolres Nagekeo ini tentu mencoreng nama baik Polri. Kapolri segera gesar Kapolres Nagekeo dari Nagekeo. Pindahkan beliau Papua sana atau ke Pulau lainnya di Indonesia,” kata alumnus S3 Ilmu Hukum Universitas Trisakti Jakarta ini.
Edi mengingatkan Kapolres Nagekeo dengan ungkapan dalam hukum yang menyatakan bahwa lebih baik membebaskan 1.000 orang yang bersalah daripada menahanan satu orang yang tidak bersalah.
“Ini artinya aparat penegak hukum dalam hal ini Polri memproses siapa pun secara hukum apalagi menetapkannya menjadi tersangka harus berdasarkan bukti yang cukup,” kata dia.
Edi mengatakan, prinsip dalam hukum pidana bahwa bukti harus lebih terang dari cahaya/seterang cahaya (In criminalibus, probationes bedent esse luce clariores).
Edi juga membaca di media massa bahwa Kapolres Nagekeo membentuk Group WhatsAPP bersama KH Destroyer.
“Berdasarkan yang baca di media massa bahwa anggota grup ini suka menteror siapa pun terutama wartawan mengkritisi kebijakan Kapolres Nagekeo. Kalau ini benar, saya menyayangkan. Kapolda NTT mohon pantau, dan segera menindak Kapolres kalau memang benar,” kata Alumnus S2 Ilmu Hukum UGM, Yogyakarta ini.
Willy Grasias