Jakarta, Suaranusantara.co – Pasar saham dalam satu pekan terakhir anjlok sangat dalam. Pada perdagangan hari pertama kerja setelah libur lebaran, Senin 17 Mei 2021, IHSG turun lebih dari 1%. Sementara pada Selasa 18 Mei 2021, pada sesi penutupan naik sangat tipis di atas harga pembukaan, setelah sepanjang hari diayun ke bawah.
Saham-saham blue chips atau yang berkapitalisasi pasar di atas Rp 100 triliun turun sangat dalam. Bagi para investor, kondisi ini menggembirakan. Sebab itu kesempatan terbaik untuk serok atau membeli pada harga paling bagus.
Namun bagi investor ritel yang kehabisan modal, situasi ini menjadi malapetaka. Sebab mereka tidak bisa menjual saham koleksinya. Sebaliknya, potential loss membengkak. Kalau terlalu panik, maka mereka akan cut loss alias jual rugi. Semakin banyak yang panik, semakin banyak melepas saham, dan semakin dalam pula IHSG turun.
Penyebab paling dominan atas penurun yang tajam ini adalah kekhawatiran akan gelombang baru Covid-19. Meski pemerintah menetapkan larangan mudik dan terjadi penyekatan di mana-mana. Tapi ada saja pemudik yang lolos dari adangan petugas. Jumlahnya tidak sedikit.
Yang tertahan di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) juga tidak otomatis aman dari Covid-19. Pada liburan lebaran sepanjang Kamis, Jumat, dan Sabtu (13-15 Mei 2027), sejumlah tempat rekreasi padat pengunjung.
Pantai Ancol di Jakarta Utara misalnya. Foto kepadatan pengunjung di sana viral di media sosial. Bahkan kerumunan orang di situ disetarakan dengan kerumunan warga India di Sungai Gangga pada sebuah festival keagamaan. Festival tersebut menjadi pemicu banjir bandang penyebaran Covid-19 di negeri itu. India yang begitu besar dan ekonominya lebih besar dari Indonesia kewalahan menangani badai tersebut.
Kerumunan
Kasus di negeri itu kemudian membuat negara-negara lain panik. Termasuk Indonesia. Apalagi sejumlah warga negara India menyelamatkan diri ke Indonesia menggunakan pesawat carteran. Selain itu, ada warga negara Indonesia yang baru pulang dari India tetapi berhasil lolos dari pemeriksaan petugas juga potensial menyebarkan varian baru virus corona (bawaan dari India) di sini.
Dan, penumpukan massa di tempat-tempat rekreasi pada libur lebaran menjadi sarana paling empuk bagi penularan virus. Maka satu sampai dua minggu setelah lebaran adalah waktu paling krusial dan ditunggu-tunggu apakah kita selamat atau tidak dari hantaman air bah virus corona.
Melihat tumpukan massa seperti di Ancol maka sangat dikhawatirkan Indonesia akan menderita seperti India. Bahkan lebih buruk. Bukan hanya di Ancol. Dua hari menjelang idul fitri, saya saksikan di Pasar Palmerah, Jakarta Barat, orang menumpuk. Sebagian dari mereka tidak mengenakan masker. Yang lain, memakai masker secara tidak benar. Belum lagi kerumunan warga di Pasar Tanah Abang beberapa hari sebelumnya.
Padahal, sejak kasus India meledak, tidak sedikit orang menabuh gendang peringatan. Banyak tulisan atau opini di media massa, terutama Kompas. Isinya mewanti-wanti pemerintah dan publik agar waspada. Harapannya, apa yang terjadi di India tidak terulang di negeri kita.
Kasus di India memang membuat pemerintah mengontrol ketat pergerakan manusia sebelum, selama, dan sesudah lebaran. Meskipun dengan itu, tidak sedikit petugas yang dimaki-maki, dikata-katai secara kotor dan kasar oleh orang-orang yang gagal mengontrol emosi. Padahal, apa yang dilakukan aparat itu penting. Sebab tanpa disiplin tinggi, Indonesia potensial mengalami nasib serupa dengan India.
Meningkat
Kekhawatiran ini pula yang melanda para investor di pasar modal sehingga harga saham di IHSG turun lebih dalam setelah lebaran dibanding hari-hari sebelumnya. Kekhawatiran itu meningkat setelah sejumlah negara tetangga juga melakukan lock down, seperti Singapura dan wilayah tertentu Malaysia.
Maka kita tunggu saja dua minggu setelah lebaran. Bila penyebaran Covid-19 dengan macam-macam varian barunya terkendali, maka Indonesia berhasil. Pertama, program vaksinasi yang sudah dijalankan selama ini terbukti sukses. Artinya, meski belum mencapai angka ideal, kekebalan komunitas sudah tercapai.
Kedua, upaya petugas mencegat dan memutarbalikkan warga yang mau mudik serta uji antigen secara acak bagi mereka yang balik dari kampung halaman juga berhasil. Demikian juga upaya pemaksaan isolasi mandiri bagi mereka yang kembali dari mudik. Ini semua adalah upaya untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Juga agar Indonesia tidak menjadi India.
Hanya saja, biasanya, pasar selalu membaca secara benar apa yang di khawatirkan publik. Sering di yakini bahwa pasar saham selalu satu langkah di depan kejadian. Artinya pasar sudah membaca apa yang akan terjadi kemudian.
Kalaupun tidak terjadi gelombang baru Covid-19 yang di khawatirkan, kita berharap IHSG kembali bergairah dan harga-harga saham kembali naik. Dengan begitu para investor baik kakap maupun ritel bisa sama-sama menuai untung.