Oleh: Anna Saraswati, FH Universitas Al-Azhar Indonesia
Jakarta, suaranusantara.co – Konstantin, pemuda pelajar asal Rusia, sangat antusias saat ditanya tentang kesannya setelah datang ke Indonesia, sejak 3 minggu lalu. Pria kaukasian ini menceritakan bahwa pada awalnya ketika di gereja Anglikan Moskow ia sudah bertemu dengan orang-orang Indonesia yang tinggal di sana. Intensitas kegiatan bersama mereka di bidang olahraga dan musik membuatnya semakin mengetahui tentang kultur Indonesia. Bahkan mereka membahas tentang Soekarno dan Garuda Pancasila.
Yang lebih menarik bagi pemuda bernama lengkap Konstantin Kroshkin ini adalah pluralisme Indonesia. Karena meski beragam budaya, suku bangsa dan bahasa tradisional, semua keberagaman berwujud kebhinekaan ini dapat dipersatukan dalam bangsa dan Negara bernama Indonesia. Ia kagum dengan nilai-nilai luhur akar budaya Indonesia yang tercermin dalam sila-sila Pancasila.
Pria dengan latar belakang studi bahasa asing (Inggris dan Jerman) ini merasa beruntung karena jalan hidup mengantarnya bertemu dengan Dr. Heriyono Tardjono, pengasuh Aksara Pinggir, yang berprofesi sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia.
Dengan keyakinan yang dikutipnya dari filsuf Georgia, Marab Mamardashvili, “One doesn’t have to be afraid of going too far, because the truth is still further away” yang kira-kira terjemahan bebasnya adalah ‘jangan pernah merasa takut untuk menyampaikan kebenaran’, Konstantin berpikir bahwa ia tidak perlu takut jika yakin bahwa dirinya benar. Nilai-nilai moral yang menjadi prinsip hidupnya ia temukan saat berada di Indonesia. Minatnya pada bidang kemanusiaan juga mendorongnya untuk mendedikasikan skill berbahasa Inggris. Bersama Aksara Pinggir, Konstantin menjadi volunteer dan mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak di lingkungan sekitar.
Cerminan Kebhinekaan
Aksara Pinggir terletak di kawasan Kampung Sawah, yang secara historis dikenal sebagai kampung kerukunan atau kampung kebhinekaan. Di wilayah sekitar, persis di belakang pendopo aula tampak puncak menara gereja Katolik St. Servatius. Memang di lingkungan ini ada 2 gereja, yang satunya lagi adalah Gereja Pasundan Kampung Sawah, dan terdapat sebuah pesantren. Mereka hidup berdampingan dengan rukun.
Pemuda asal Moskow ini sempat merayakan Natal di gereja Anglikan di Jakarta dan pada waktu yang berbeda ikut duduk bersama sahabat-sahabat Aksara Pinggir yang lain ketika pengajian. “Bagi saya, ini sama halnya sufisme, karena menurut pandangan saya, semua manusia di hadapan Tuhan secara universal memiliki tujuan yang sama. Yang berbeda adalah bagaimana mengekspresikan rasa syukur dan menghaturkan puji-pujian terhadap Tuhan dan para suci, yang mengajarkan bagaimana memanusiakan manusia. Jadi tidak menjadi issue bagi saya untuk menghadiri pengajian” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa lingkungan sekitar Kampung Sawah mencerminkan hal itu. Perbedaan tidak menjadi pemicu konflik. Malah sebaliknya, hidup saling menghormati dan menghargai kehidupan pribadi antar warga masyarakat yang justru lebih menonjol.
Nilai-nilai Kemanusiaan
“Above all, it’s human dignity, that we’re as a nation must value most, in order to grow and achieve prosperity together” katanya saat melukiskan kesan mendalam berada di lingkungan pluralisme. Yang maknanya adalah bahwa kehormatan manusia bagi kita sebagai suatu bangsa-lah yang paling bernilai, agar dapat berkembang dan mencapai kesejahteraan bersama.
“The most important thing is peaceful communication, because that is how we can understand each other better,” lanjutnya, yang berarti komunikasi yang bersifat mendamaikan merupakan hal yang paling penting demi tercapainya pemahaman bersama.
Bagi kebanyakan orang saat bepergian atau berada di luar negeri, biasanya rindu atau ingin pulang ke kampung halaman. Tapi Konstantin justru merasakan hal sebaliknya. “Saya sudah PULANG” katanya sambil tertawa menunjukkan buku berjudul “PULANG” karya Leila Chudori. “Aksara Pinggir menjadi rumah bagi saya, dan saya pulang kesini” sambungnya. Konstantin merasa bersyukur jalan Tuhan mempertemukannya dengan elder brother seperti Bapak Heriyono Tarjono. “I’m proud to be called ‘his younger brother’,” pungkasnya. – Alright, all the best and enjoy your time, younger brother!