Penulis: Fortunatus Hamsah Manah, Anggota Bawaslu Kabupaten Manggarai
Manggarai NTT, Suaranusantara.co – Affirmative action (diskriminasi positif) adalah tindakan yang mengizinkan negara untuk memperlakukan secara lebih kepada kelompok tertentu yang tidak terwakili. Misalnya, jika seorang laki-laki dan perempuan dengan kualifikasi dan pengalaman yang sama, melamar untuk perkerjaan yang sama.
Dalam hal ini, tindakan afirmatif-nya adalah mengizinkan perempuan untuk diterima hanya dengan alasan karena lebih banyak laki-laki yang melamar di lowongan pekerjaan tersebut daripada perempuan. Contoh lain, misalnya, harus ada jumlah minimum keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat.
Tindakan afirmatif secara teknis memang menimbulkan diskriminasi. Akan tetapi hal ini tidak boleh dianggap sebagai suatu bentuk demikian. Sebab tujuannya adalah untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan.
Secara hukum, hal ini telah diatur secara tegas di dalam Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.
Selain itu, tindakan afirmatif ini juga terdapat dalam Pasal 41 ayat (2) dan Pasal 49 ayat (2) dan (3) UU HAM yang berbunyi: “Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus”.
Perlindungan Hukum
Perempuan berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan. Atau juga terkait kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita. Hak khusus yang melekat ini karena fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Aturan Pasal 4 ayat (1) dan (2) Lampiran UU 7/1984 berbunyi, “Pembuatan peraturan-peraturan khusus sementara oleh Negara-Negara Pihak yang bertujuan mempercepat kesetaraan ‘de facto’ antara laki-laki dan perempuan tidak dianggap diskriminasi”.
Sebagaimana definisi dalam konvensi ini, dalam cara apapun tidak dapat dianggap sebagai konsekuensi dipertahankannya standar-standar yang tidak sama atau terpisah. Tindakan-tindakan ini harus dihentikan apabila tujuan kesetaraan kesempatan dan perlakuan telah tercapai.
Pengambilan tindakan-tindakan khusus oleh Negara-Negara Pihak, yang ditujukan untuk melindungi kehamilan, tidak dianggap diskriminatif.
Klik halaman berikutnya