Labuan Bajo, suaranusantara.co – Hendrikus Hadirman Selaku Tua Adat atau Tu’a Golo Wae Kesambi sebut Haji Ramang selaku anak Kandung Haji Ishaka adalah ahli waris fungsionaris adat/Tu’a adat Labuan Bajo yang berwewenang menata dan membagi tanah di Labuan Bajo.
Keterangan ini disampaikan Hendrik kepada suaranusantara.co, di rumah kediamannya yang beralamat di Wae Kesambi, Desa Batu Cermin, Kecamatan Komodo, Minggu [16/6/2024].
Pihaknya Hendrikus memberikan penjelasan terjait jabatan dan peran yang melekat pada Haji Ramang selaku Fungsionaris Adat/ Tu’a Golo yang merupakan ahli waris dari Haji Ishaka selaku ayah kandungnya yang memangku salah satu jabatan sebagai fungsionaris Adat semasa ia masih hidupnya,
“Meskipun jabatan Bpk. Haji Ishaka pada masa itu adalah Dalu, namun setahu saya Dalu adalah jabatan pemerintahan tugasnya mengurus masyarakat sama juga dengan Bapa saya Mikael Ma’ak (Alm) sebagai kepala Kampung Los Baba, sekarang disebut Wae Kesambi, merangkap fungsionaris adat atau Tu’a Golo kala itu. Pasca meninggalnya bapa saya jabatan Tu’a Golo dipangku oleh Niko Nali (Alm), setelah itu, kembali lagi pada saya (Hendrikus) selaku ahli waris Bpk.Mikael Ma’ak. Tentu saya sendiri [Hendrikus] bukan ahli waris kepala Kampung tetapi ahli waris fungsionaris Adat atau Tu’a Golo [Bhs.Manggarai]. Karena itu, Dalu tidak bisa diwariskan sedangkan jabatan fungsionaris adat yang melekat pada Bpk. Haji Ishaka bisa diwariskan karena Bpk.Haji Ramang adalah Anak Kandung Bpk.Haji Ishaka,” terang Hendrik.
Berbicara tentang Konflik tanah Keranga sebagaimana setelah saya baca dari berbagai media online yang menyinggung nama Bpk.Haji Ramang kata Hendrik, itu bukan kapasitasnya karena bukan Ulayat Wae Kesambi namun pihaknya hanya memberikan penjelasan sebatas yang ia ketahui tentang persoalan itu.
“Pertanyaan tentang lokasi keranga, tentu Saya tidak mempunyai kapasitas untuk menjelaskan karena lokasi tersebut berada di wilayah adat Labuan Bajo Kelurahan Labuan Bajo Kecamatan komodo tetapi kalau mendengar informasinya dulu semasa kita masih satu kabupaten Manggarai Saya pernah mendengar cerita orang bahwa ada penyerahan untuk pembangunan sekolah perikanan tetapi kebenarannya saya tidak tahu persis dan bahkan siapa-siapa yang datang meminta tanah di lokasi tersebut, saya pun tidak tahu,” papar Hendrik.
Pihaknya [Hendrik] melanjutkan keterangan berkaitan dengan wewenang Dalu dalam membagi tanah,
“Setahu saya belum pernah saya melihat surat yang isinya menuliskan soal penyerahan tanah oleh Dalu tetapi yang saya tahu dan akui adalah fungsionaris adat selaku pemilik Ulayat. Nah dari sinilah letak perbedaan antara wewenang Dalu dan fungsionaris Adat. Dalu itu adalah jabatan Pemerintahan yang mungkin sekarang bisa setara dengan Camat,” jelas Hendrik
Selaku Tu’a Golo Wae Kesambi, kata Hendrikus, saya harus membatasi diri untuk menjelaskan wilayah Ulayat yang bukan wewenang saya apa lagi posisi saya dan Bpk.Haji Ramang sama-sama sebagai fungsionaris adat. Saya fungsionaris adat Wae Kesambi dan Haji Ramang fungsionaris adat Labuan Bajo.
Berbicara soal batasan jabatan Dalu atau Kedaluan, sebagai warga Manggarai Barat, Hendrik katakan jabatan itu sudah tidak ada lagi.
“Sejak tahun 1960-an jabatan Dalu sudah tidak ada lagi atau dihapus dan Bpk.Haji Ramang sendiri akui secara terbuka di kantor DPRD Manggarai Barat tanggal 2 Mei 2024, kecuali jabatan fungsionaris adat atau tu’a adat Labuan Bajo sebagaimana melekat pada diri seseorang Bapak Haji Isaka almarhum yang kemudian diwariskan kepada anak kandungnya secara turun-temurun yakni Bpk.Haji Ramang,” tegasnya
Untuk diketahui terang Hendrik “Dahulu di wilayah Nggorang ini mempunyai dua kelembagaan yaitu kelembagaan adat dan kelembagaan pemerintahan. Lembaga pemerintahan di zaman itu dipimpin oleh Dalu yaitu Bapak Haji Ishaka ayah kandung dari Bapak Haji Ramang tetapi jabatan Kedaluan itu sudah terhapus sejak tahun 1960-an. Sedangkan dari segi kelembagaan adatnya masih melekat erat pada pada diri Bpk.Haji Ishaka almarhum sebagai fungsionaris adat atau tu’a adat Labuan Bajo sampai dengan sekarang. Kenapa itu harus diturunkan atau diwariskan kepada anak kandungnya karena jabatan ini adalah jabatan turun temurun sebagaimana terungkap dalam ungkapan bahasa Manggarai yang dikenal dengan sebutan “Wakak betong ngasa mose waken nipu koke tae” artinya kalau bapaknya sudah meninggal wajib diganti oleh anak kandungnya,” pungkasnya
Sejauh yang diketahui soal pengakuan Haji Ramang sebagai fungsionaris adat dalam setiap persidangan kata Hendrikus
“Saya sendiri sebagai Tu’a adat mengetahui bahwa Bapak Haji Ramang di setiap persidangan para pihak di pengadilan tentu dalam kapasitasnya sebagai fungsionaris adat atau Tu’a adat Labuan Bajo berwenang membagi tanah itu pun saya menggunakan kata sepengetahuan saya contoh di wilayah Ulayat saya di Wae Kesambi bahwa tanah adat sudah habis terbagi namun kalau masih ada pemberitahuan masyarakat adat bahwa lokasi itu dulu belum ditata oleh fungsionaris adat atau tua adat atau tua Golo Wae Kesambi maka saya berhak untuk memberikan keterangan sejarah tentang tanah tersebut,” pungkas Hendrik.
Oleh karena itu, demi menjaga hubungan komunikasi sebagai sesama fungsionaris adat, saya Hendrikus menegaskan,
” Sebagai sesama fungsionaris adat saya wajib menjaga hubungan komunikasi yang baik dengan Bpk. Haji Ramang meskipun dalam wilayah Ulayat yang berbeda yakni Ulayat Labuan Bajo dan Wae Kesambi. Sekali lagi saya tegaskan bahwa jabatan Dalu tidak bisa diwariskan dan tidak berurusan dengan urusan penataan atau pembagian tanah. Sedangkan jabatan fungsionaris adat bisa diwariskan kepada keturunannya dan berwewenang membagi dan mengurus tanah sebab urusan itu merupakan wewenang fungsionaris adat atau Tu’a Golo selaku pemegang Ulayat suatu wilayah adat,” tutup Hendrik.