Ruteng,Suaranusantara.co – Fortunatus Hamsah Manah, Komisioner Bawaslu Kab. Manggarai, menyampaikan, transformasi yang paling krusial adalah penambahan fungsi adjudikasi. Yang di lakukan pembentuk UU terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Penambahan kewenangan ini membuat Bawaslu tidak lagi sekedar lembaga pemberi rekomendasi, melainkan pula sebagai pemutus perkara.
Fortunatus Hamsah menambahkan, berdasarkan UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, fungsi adjudikasi yang di miliki Bawaslu dapat di laksanakan. Yang tujuannya untuk memeriksa, mempertimbangkan dan memutuskan pelanggaran administratif pemilu dan pelanggaran politik uang. Serta sengketa proses pemilu.
Mekanisme penyelesaian pelanggaran administratif pemilu ini sangat berbeda dengan ketentuan pada UU sebelumnya. Berdasarkan UU No.15 Tahun 2011, di atur bahwa Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota. Untuk membuat rekomendasi atas hasil kajiannya terkait dengan pelanggaran adminitrasi pemilu. Sementara itu, di UU No. 7 Tahun 2017, Bawaslu memiliki kekuatan lebih. Dengan kewenangan menerima, memeriksa, mengkaji dan memutus pelanggaran administrasi pemilu.
Dari perbandingan ini terlihat upaya penguatan Bawaslu dari sebelumnya hanya berujung rekomendasi mejadi kewenangan. Dan memberikan putusan terhadap pelanggaran administrasi yang terjadi. Putusan Bawaslu dalam penyelesaian pelanggaran administrasi itu dapat berupa perbaikan administrasi, teguran tertulis. Dan tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam penyelenggaraan pemilu, dan sanksi-sanksi administratif lainnya.
Mengamankan Pelaksanaan
Menurut Fortunatus Hamsah, selain terhadap pelanggaran administrasi pemilu, UU No. 7 Tahun 2017 juga mengamanatkan pelaksanaan fungsi adjudikasi Bawaslu. Terhadap pelanggaran politik uang yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif. Politik uang yang di maksud meliputi upaya menjanjikan, dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih.
Terhadap peserta yang melakukan pelanggaran itu, berdasarkan rekomendasi Bawaslu dapat di kenai sanksi administratif. Yang berupa pembatalan sebagai calon oleh KPU. Namun perlu di catat bahwa pemberian sanksi di atas tak dapat menggugurkan keberadaan sanksi pidana terhadap pelaku politik uang.
Bagi calon yang terkena sanksi administratif berupa pembatalan, tersedia mekanisme upaya hukum ke Mahkamah Agung. Dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak keputusan KPU ditetapkan. Hal lain yang menarik adalah jika KPU tidak menindaklanjuti putusan Bawaslu, maka Bawaslu mengadukan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), di mana ketentuan ini di undang-undang sebelumnya tidak muncul.
Kewenangan baru lainnya yang dimiliki oleh Bawaslu adalah menyelesaikan sengketa proses pemilu. Perubahan pertama yang dilakukan pada kewenangan ini adalah memperluas jangkauannya, jika sebelumnya hanya pada Bawaslu Pusat, kewenangan ini kini bisa dijalankan pula oleh Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Tugas Mediasi
Selain itu, Fortunatus Hamsah juga mengatakan bahwa terhadap mekanisme penyelesaian perkaranya, Bawaslu di tugaskan untuk melakukan mediasi terhadap para pihak yang bersengketa. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, maka penyelesaian sengketa proses pemilu dilakukan melalui proses adjudikasi.
Mekanisme penyelesaian ini sangat berbeda dengan pengaturan di UU No. 8 Tahun 2012 maupun UU No. 15 Tahun 2011. Dahulu tahapan penyelesaian sengketa proses dilakukan dengan menerima dan mengkaji laporan, mempertemukan para pihak untuk mencapai mufakat, dan mencari alternative lain jika tidak tercapai mufakat.
Namun, ketentuan tidak mendefinisikan lebih lanjut apa saja alternatif lain yang dapat ditempuh. Hal ini kemudian seakan di jawab oleh UU No. 7 Tahun 2017 dengan memberikan kewenangan adjudikasi kepada Bawaslu.
Putusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa proses pemilu merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat. Kecuali putusan terhadap sengketa proses pemilu yang berkaitan dengan:
(a) verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu;
(b) penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota;
(c) penetapan pasangan calon. Terhadap putusan Bawaslu di atas, para pihak dapat mengajukan upaya hukum kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).