Oleh: Anna Saraswati, FH Universitas Al-Azhar Indonesia
Jakarta, Suaranusantara.co – Tata kelola internet terkait aspek perdagangan elektronik yang bersifat lintas batas mengawali pembahasan mengenai internet itu sendiri.
Internet (interconnection networking) merupakan teknologi informasi dan komunikasi yang dapat diakses dengan cepat dan mudah untuk pencarian informasi dan berkomunikasi melalui jejaring sosial. Teknologi ini berkembang pesat, karena mampu menciptakan ‘dunia baru’ dalam realitas kehidupan manusia.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan digital, transaksi online tidak terhindarkan. Pengguna internet di Indonesia bisa berbelanja barang-barang dari negara-negara lain, begitu pula sebaliknya. Manusia dapat memperoleh hampir semua barang kebutuhan mereka secara online. Dampak pandemi Covid-19 yang sudah berlalu juga berpengaruh pada peningkatan ini. Peminat perdagangan elektronik (e-commerce) pun tidak terbendung lagi, karena penggunaan internet membuat transaksi menjadi lebih praktis dan efisien.
Kehadiran e-commerce memungkinkan penjual dan pembeli dari berbagai wilayah bahkan negara, untuk bisa saling bertransaksi hingga melampaui batas geografis (cross border). Menurut pandangan saya, hal ini menggembirakan sekaligus mengkhawatirkan. Karena, transaksi lintas batas dapat membuka peluang dapat membuka pangsa pasar yang lebih luas. Namun untuk negara berkembang seperti Indonesia, dimana masyakatnya banyak yang menjalankan kegiatan ekonomi berbasis UMKM, tentu menjadi tantangan yang berat, terutama untuk bisa bersaing di ranah global.
Transaksi lintas batas merupakan transaksi keuangan antara pembayar dan penerima yang berada di negara yang berbeda. Tak hanya dalam transaksi keuangan, pengiriman lintas batas juga jadi kegiatan dari transaksi ini.
Perkembangan aturan-aturan perdagangan tidak terlepas dari aturan perdagangan dari pengaruh perkembangan teknologi. Pengaruh teknologi tersebut semakin nyata dengan lahirnya e-commerce.
Sehingga tata kelola internet sebagai pengembangan dan penerapannya merupakan hal yang penting, yang dalam hal ini melibatkan peran pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Mengapa demikian? Karena tata kelola internet adalah upaya untuk saling berbagi prinsip, norma, prosedur, pengambilan keputusan, regulasi dan program yang membentuk evolusi penggunaan Internet.
Pendekatan Tata Kelola Internet
Issue tata kelola Internet dilakukan dengan menggunakan pendekatan ‘oldreal’ dan ‘new-cyber’. Pendekatan ‘oldreal’ dilakukan dengan memandang bahwa Internet tidak menawarkan sesuatu yang baru dalam ranah tata kelola. Di bidang ekonomi, pendekatan ‘oldreal’ ini berpendapat bahwa tidak ada perbedaan antara perdagangan biasa dengan perdagangan elektronik (e-commerce) sehingga tidak dibutuhkan perlakuan hukum khusus untuk perdagangan elektronik.
Sedangkan pendekatan ‘new-cyber’ ini pikiran utamanya adalah kemampuan Internet memutus mata rantai realitas sosial dan politik dari kedaulatan negara (yang terpisah secara geografis). Pendekatan ini berpendapat bahwa dunia maya berbeda dengan dunia nyata sehingga membutuhkan tata kelola yang berbeda pula.
Dikutip dari laman Kemenkominfo, Chair DEWG G20 mengakui adanya perbedaan latar belakang atau mahzab dalam tata kelola data di setiap negara. Ada yang sifatnya lebih corporate driven, individual driven, bahkan ada juga yang menekankan state driven.
Sehingga pada saat berbicara tata kelola yang baik, tata kelola yang manakah yang sesuai. Permasalahan terkait Cross-Border Data Flow (CBDF) dan Data Free-Flow with Trust (DFFT) menjadi yang paling seru. Ketika tidak mungkin tidak membicarakan data ketika kita makin intensif menggunakan ruang digital.
Sekjen Kementerian Kominfo menyatakan Pemerintah Indonesia berupaya membangun common understanding agar negara anggota G20 bisa saling belajar dan memahami satu sama lain. Sehingga sama-sama akan mencari suatu prinsip ataupun communalities yang menjadi landasan bagi CBDF dan DFFT. Prisip ini sering disebut transparency, kemudian fairness, lawfulness dan through some extend terutama untuk data pribadi adalah reciprocity.