Jakarta, Suaranusantara.co – Mentoring session with Founder of Marieta Mauren adalah tema acara yang sepertinya menjadi gift di bulan suci Ramadhan. Sesi kali ini merupakan kelanjutan dari kegiatan sebelumnya, dalam Women in Law and Their Contribution to Society beberapa waktu lalu. Ajang webinar ketika itu sukses mengupas peran dan tantangan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat.
Meski jumlah peserta tidak sebanyak webinar yang lalu, namun perbincangan dalam mentoring session kali ni tak kalah seru. Kedua founder Marieta Mauren, yang akrab disapa Sylvia dan Windri, membuka sesi mentoring dengan berbagi pengalaman, jatuh bangun sejak mendirikan hingga bertahan menjalankan firma hukum. Sebagai perempuan, mereka harus berbagi peran sekaligus memikirkan bagaimana caranya agar supaya kemudi law firm tetap dapat berjalan sesuai roadmap.
Sudah tentu banyak sekali bumpy road yang menjadi tantangan. Bahkan ada kisah lucu saat mereka sempat terpikir untuk mengecat rambut menjadi putih agar nampak seperti beruban. Tujuannya agar terkesan tampak dewasa, sebab usia mereka yang masih terbilang muda saat merintis firma hukum.
Berbekal tekad dan kesungguhan, mereka berdua selalu berusaha untuk menyelesaikan setiap pekerjaan dengan penuh tanggung jawab, sehingga berhasil menumbuhkan keyakinan klien. Dalam menyelesaikan pekerjaan, kepuasan klien dan well performance menjadi prioritas utama. Maka, inilah yang menjadi salah satu kunci sukses untuk bisa terus mendapatkan klien baru.
Valuable Sharing Session
Naurah, saat mentoring session ini menyampaikan pikiran dan perasaannya, ketika berkeinginan untuk menjawab tantangan. Ia ingin mengoptimalkan dan meraih cita-cita dan keinginan untuk menjadi perempuan yang memiliki kesempatan untuk maju dan berkembang. Tak jarang ada keraguan yang menyelimuti hati dan pikirannya.
Setelah mendengarkan, Sylvia dan Windri bergantian memberikan motivasi, saran, dan berbagi pengalaman. Kedua pendiri law firm ini saling mengenal sejak kulian di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Depok, dan tinggal di kost yang sama. Dari sanalah mereka merajut mimpi.
Sama halnya dengan Naurah, kedua pengacara perempuan inipun pernah merasa ragu. Namun keragu-raguan tidak menyebabkan langkah mereka menjadi surut. Jadi memiliki law firm sendiri bukan seperti mendapat keberuntungan yang secara tiba-tiba terwujud, sebab mereka harus melawan keragu-raguan dan benar-benar bekerja keras.
Peserta lainnya, Anna, berbagi pengalaman ketika menjalankan usaha bertiga dalam bentuk perseroan terbatas, bersama dua orang mitra kerja laki-laki. Salah satu mitranya adalah seorang yang berprofesi pengacara, tapi justru berkhianat ketika mereka mendapat proyek untuk pertama kalinya dari anak perusahaan Telkomsel. Rekannya tersebut menggelapkan revenue perusahaan dan sempat tidak melunasi pembayaran project fee rekan-rekan IT engineer yang sudah menyelesaikan pekerjaan project-based mereka saat itu.
Sempat tidak habis pikir, mengapa seorang rekan pengacara malah melakukan tindak pidana. Tapi kemudian pengalaman itu memotivasi keinginannya untuk belajar ilmu hukum. Jadi pengalaman buruk bisa menjadi pembelajaran, ketika seseorang mengalaminya secara langsung. Setelah belajar hukum, ia dapat menganalisa sendiri kasusnya. Sylvia dan Windri juga memberikan motivasi dan saran-saran hukum yang sekiranya diperlukan untuk menyelesaikan kasus pidana itu.
Mentoring session ini adalah hal positif untuk dapat saling memotivasi atau memberikan dorongan semangat. Seringkali yang tidak nampak di permukaan menjadi hal yang memang benar-benar tidak terlihat. Ketika seseorang terlihat sukses di mata orang lain, banyak hal yang tidak terlihat bahwa untuk sampai pada level tertentu perlu perjuangan untuk bisa mencapainya. Dengan saling berbagi seperti ini, maka perempuan-perempuan Indonesia dapat saling menginspirasi.