Oleh: Anna Saraswati, FH Universitas Al-Azhar Indonesia
Jakarta, Suaranusantara.co – Dalam hal penerapannya, e-Government harusnya diarahkan untuk mendorong masyarakat informasi, sehingga mendukung terwujudnya pemerintah yang bersih, transparan, mampu menjawab tantangan perubahan secara lebih efektif dan efisien, dimana pemerintah harus mampu memenuhi berbagai tuntutan masyarakat yang beragam namun saling berkaitan, sebagai pelayanan publik yang memadai, dapat diandalkan dan dapat dipercaya, yang tersedia di seluruh wilayah Indonesia. (Holle, Erick S, 2011).
Secara yuridis, produk hukum di Indonesia telah menggarisbawahi pentingnya keterbukaan pemerintah yang melibatkan partisipasi publik, yang dapat diwujudkan melalui e-Government berdasarkan UUD 45 Pasal 28F yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Berkaitan dengan hal ini, pemerintah Indonesia merespon positif dan mewajibkan seluruh pemerintahan dan lembaga publik untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk kepentingan pelayanan publik dan administrasi pemerintahan, dengan mengeluarkan berbagai kebijakan yang digunakan sebagai payung hukumnya.
Landasan Hukum
Sebagaimana karakteristik administrasi kepemerintahan, inisiatif e-Government juga harus mengacu pada peraturan pemerintah, diantaranya Instruksi Pemerintah (Inpres) Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Dalam Pengembangan e-Government, yang menyatakan, “E-Government ditujukan untuk menjamin keterpaduan sistem pengelolaan dan pengolahan dokumen dan informasi elektronik dalam mengembangkan sistem pelayanan publik yang transparan.”
Inpres No. 3 Tahun 2003 memberikan peluang yang luas kepada masyarakat untuk turut serta dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sekaligus mendorong peran pemerintah untuk lebih transparan dalam menyelenggarakan urusan negara.
Sementara Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Tentang Keterbukaan Informasi Publik, khususnya Pasal 7 ayat 3 menyatakan, “Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.”.
Peran Pemerintah
Dalam undang-undang yang sama, Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non-pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri diharuskan membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi”.
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa “Penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, dan pemberdayaan, peran serta masyarakat, dan peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Disamping itu berlaku pula Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik, dan lainnya.
UU ITE
UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 (UU ITE) adalah Undang-Undang yang juga mengatur tentang Informasi serta Transaksi Elektronik, atau Teknologi Informasi secara umum, merupakan dasar yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam membangun keamanan sistem informasi e-Government, menyangkut beberapa aspek yang harus dipenuhi yakni:
- Confidentially dan privacy, yang diperlukan untuk menjaga informasi dari pihak-pihak yang tidak berhak mengakses
- Integrity dimana informasi maupun sistem tidak boleh diubah tanpa seizin pemilik informasi
Availability, ketika dibutuhkan pengguna yang berhak akan selalu dapat mengakses informasi dan aset yang berkaitan - Authentication dan access control
- Non-repudiation dimana seseorang tidak dapat menyangkal bahwa ia telah mengirimkan suatu data digital
Salah satu elemen penting yang patut diperhatikan dalam perdagangan elektronik adalah tanda tangan elektronik. Menurut UU ITE, tanda tangan elektronik adalah ‘tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya’.
Untuk dapat memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah maka tanda tangan elektronik harus memenuhi persyaratan Pasal 11 ayat (1) UU ITE. Tanda tangan elektronik bertujuan untuk mendapatkan verifikasi terkait data ‘siapa pemilik tanda tangan elektronik’ dan menjamin keaslian atau memastikan dokumen elektronik yang ditandatangani secara elektronik, sekaligus mencegah pemalsuan dan penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.
Guna mendukung praktik e-Government, tanda tangan elektronik yang tersertifikasi yang dibubuhkan pada dokumen dinas memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sama dengan tanda tangan manual. Kelebihannya, tanda tangan elektronik memiliki sistem yang lebih aman jika dibandingkan dengan tanda tangan manual.