Jakarta, Suaranusantara.co – Sepanjang satu pekan terakhir, perdagangan di pasar modal sangat bergairah. Sejak akhir pekan sebelumnya hingga sepanjang pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik tajam. Pada Senin 31 Mei 2021, IHSG melonjak 1,67% ke level 5.947,46.
Setelah libur hari lahir Pancasila Selasa 1 Juni 2021, pada Rabu 2 Juni 2021, IHSG terus reli. Kali ini di tutup di level 6.031,578 atau naik 1,41%. Ini level tertinggi sejak 20 April 2021. Dan, IHSG pun kembali ke posisi psikologis 6.000, setelah sempat “pesiar” ke angka 5.700-an.
Jumlah transaksi juga meningkat tajam. Sejak April hingga Mei, jumlah transaksi beregerak sekitar Rp 7-9 triliun per hari. Sepanjang pekan ini jumlah transaksi sudah kembali normal ke angka belasan triliun. Bahkan pada perdagangan Rabu 2 Juni 2021 nilai transaksinya mencapai hampir Rp 15 triliun. Tepatnya Rp 14,78 triliun.
Sementara pada perdagangan Kamis 3 Juni, IHSG sempat masuk ke zona merah pada pagi hari karena aksi ambil untung para investor setelah naik secara beruntun dalam beberapa hari. Namun, menjelang jeda siang, IHSG kembali ke zona hijau hingga penutupan bertengger di posisi 6,091 atau naik 0,99%.
Zona Merah
Adapun Jumat, 4 Juni 2021, IHSG akhirnya benar-benar mendarat di zona merah. Para investor memanfaatkan kenaikan tajam selama enam hari beruntun untuk ambil untung atau taking profit. IHSG pun rehat di posisi 6.065,17 atau turun 0,43%. Sejumlah analis menilai, ini sebuah koreksi yang wajar sebelum kembali “ngegas” pada awal pekan depan atau Senin 7 Mei 2021.
Pada catatan sebelumnya, saya menyebutkan bahwa IHSG terus anjlok karena kekhawatiran akan meningginya kasus Covid-19 pascalibur lebaran. Faktanya, dua minggu setelah lebaran, angka korban yang terinfeksi virus corona memang bertambah secara nasional. Namun untuk kota-kota besar seperti Jakarta, kondisinya cukup terkendali.
Hanya ada beberapa daerah yang Covid-19 “mengamuk”, seperti Kudus di Jawa Tengah. Jumlah yang terpapar dan korban jiwa berlipat ganda. Namun begitu, kasus itu sangat terlokalisasi. Artinya, baru sebatas di Kudus dan belum menyebar massif ke daerah tetangga. Beberapa daerah lain seperti beberapa provinsi di Sumatera masuk zona merah, tetapi kondisinya terkendali. Kondisi yang cukup kondusif ini juga turut memberi sentimen positif terhadap pasar.
Indikator
Namun sentimen paling besar terhadap pasar modal yang menghijau adalah tanda-tanda membaiknya perekonomian Indonesia para kuartal kedua (Q2). Salah satu indikatornya, Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) Indonesia pada Mei 2021 berada pada level 55,3 atau naik lebih tinggi dibandingkan posisi April di angka 54,6.
Bahkan PMI manufaktur pada Mei ini tercatat sebagai yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Padahal rekor tertinggi baru saja tercatat bulan lalu (April 2021). PMI yang tinggi mengindikasikan bahwa Indonesia akan keluar dari resesi karena pertumbuhan ekonomi kembali ke zona positif pada Q2.
Faktor pendongkrak lain adalah angka inflasi pada Mei 2021 yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) pekan ini. Sepanjang Mei 2021, inflasi tercatat 0,32% dibanding bulan sebelumnya. Inflasi yang tinggi membuat para investor yang memegang Surat Berharga Negara atau SBN beralih ke saham. Sebab saham jauh lebih seksi alias lebih menjanjikan menuai banyak cuan dibanding SBN.