Hasil sensus tahun 2020 menunjukkan 74,93 juta atau 27,94 persen dari total populasi penduduk Indonesia merupakan generasi Z atau mereka yang lahir pada periode 1997-2012. Sementara komposisi terbesar selanjutnya merupakan generasi milenial atau kalangan yang lahir pada 1981-1996 dengan jumlah 69,38 juta (25,87 persen).
Data ini sudah menggambarkan betapa pentingnya pembekalan yang harus diberikan kepada kalangan milenial untuk memastikan kemajuan bangsa. Sebab secara universal telah disadari bahwa masa depan suatu bangsa terletak di tangan generasi muda.
Pentingnya pembangunan karakter pemuda sudah disadari oleh para founding father Republik ini termasuk Bung Karno. Proklamator dikenal memiliki banyak jargon bahkan pernah memekikkan, “Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Pernyataan tersebut sudah cukup membuktikan bahwa angkatan muda memiliki peran besar dalam menjawab tantangan zaman. Maka menarik untuk mencermati tantangan yang dihadapi generasi milenial kita sekarang ini dan memastikan para pemuda memiliki bekal yang cukup di masa depan.
Pemuda harus memiliki pemahaman kebangsaan yang kuat untuk menjawab tantangan zaman. Terlebih dalam beberapa tahun terakhir, dunia dihadapi pada ancaman ideologi ekstrimis yang memantik provokasi maupun perpecahan suatu bangsa.
Reformasi pada 1998 merupakan momentum penting dalam perjalanan bangsa. Namun banyak pihak yang menyatakan reformasi turut memberi ekses buruk terkait semangat kebangsaan.
Hal ini bisa dimengerti mengingat penguatan civil society pascareformasi telah dimaknai secara keliru sehingga memunculkan pemahaman yang membatasi doktrin wawasan kebangsaan. Padahal kebangsaan merupakan pondasi awal dalam membangun karakter pemuda untuk memiliki jati diri bangsa serta memiliki semangat bela negara.
Sebagai negara dengan penduduk majemuk, Indonesia membutuhkan semangat kebangsaan sebagai daya rekat. Ciri khas bangsa bahkan sudah disadari pluralistik karena memiliki 801 bahasa daerah, 300 kelompok etnik, 1.340 suku bangsa, lima ras, lima agama yang diakui, 187 aliran kepercayaan dan 538 masyarakat hukum adat.
Dalam sejarahnya, Indonesia juga sudah menunjukkan kuatnya persatuan yang dipelopori angkatan muda melalui Kebangkitan Nasional (1908), Sumpah Pemuda (1928), hingga Proklamasi Kemerdekaan (1945). Selanjutnya sejarah mencatat berdirinya Republik Indonesia Serikat dan Konstitusi RIS (1949), kembali kepada NKRI dan lahirnya UUDS (1950), Dekrit Presiden 5 Juli 959 untuk memberlakukan kembali UUD 1945 (1959) serta Amandemen I-IV UUD NRI 1945 (1999-2002) menunjukkan bahwa 4 (empat) pilar kebangsaan (NKRI, Pancasila, UUD NRI 1945, Bhineka Tunggal Ika) merupakan konsep bernegara yang paling tepat bagi bangsa Indonesia dan telah teruji melalui perjalaan sejarah dari masa ke masa.
Indonesia sebagai negara memiliki daya tarik yang telah lama diminati bangsa lain. Kekayaan alam, laut dan minerba membuat Indonesia menjadi koloni bangsa lain pada masa lalu.
Pada masa modern termasuk sekarang ini ancaman tetap menghantui bahkan lebih sophisticated dengan teknik proxy war untuk membuat chaos di suatu negara. Teknik pelemahan seperti ini bisa dilakukan melalui berbagai cara termasuk dalam mempengaruhi cara pikir generasi muda yang bertujuan melemahkan ketahanan nasional.
Ancaman ideologi ekstrimis, narkotika, serta pemahaman Indonesia negara korup untuk mendiskreditkan kredibilitas negara menyusup pada ruang-ruang digital atau media sosial. Teknik seperti ini lebih efektif dipraktikkan mengingat agresi militer tak lagi populer pada masa sekarang ini.
Sadar Hukum Generasi Milenial
Segala ancaman yang menghantui bangsa harus bisa dipetakan oleh pemuda. Salah satu cara yang bisa dilakukan dengan membangun kesadaran hukum terhadap generasi milenial.
Kesadaran hukum harus dibangun sebagai bagian dari pencegahan atas kejahatan. Dengan memiliki kesadaran hukum niscaya para pemuda terhindar dari ideologi ekstrimis, narkotika, korupsi termasuk kejahatan dalam dunia virtual.
Secara aturan hukum, pemahaman radikalisme sudah diantisipasi melalui sejumlah ketentuan.Penyimpangan agama diatur dalam UU No1/PNPS/Tahun 1965, ancaman radikalisme kanan dapat dikenakan sanksi Pasal 156 A huruf a KUHP, sedangkan radikalisme kiri dapat dikenakan Pasal 156 A huruf b KUHP dan perkara terorisme telah diatur dalam UU No 5 tahun 2018.
Ancaman narkotika dan korupsi bahkan telah diatur dalam UU tersendiri dengan ancaman yang tak kalah keras. Namun menarik untuk mengetahui apakah aturan-aturan hukum yang sudah ada ini disadari oleh generasi milenial kita.
Rendahnya kesadaran hukum di Indonesia disebabkan karena beragam faktor diantaranya, takut akan sanksi maupun dipengaruhi lingkungan sekitar. Kesadaran hukum bukan hanya meningkatkan nilai-nilai pemahaman baik dan buruk bagi pemuda tetapi bagian dari pembentukan mental terkait semangat kebangsaan.
Pencegahan merupakan bagian dari penegakkan hukum yang esensi sebab bukan hanya mampu menekan angka kejahatan tetapi meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Lebih dari itu, kesadaran hukum bagi generasi milenial dapat memblokade ancaman serius yang mengancam persatuan.