Oleh: Marthen Goo
Intan Jaya adalah sebuah Kabupaten di Papua, yang merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Paniai. Daerah ini mempumyai kandungan emas yang melimpah. Tentu bagi orang di luar Papua, itu adalah kekayaan yang harus digali dan diambil, namun berbeda dengan masyarakat Papua yang ada di Intan Jaya.
Orang-orang Papua berkeyakinan, bahwa merusak alam sama dengan merusak mama. Menjual tanah sama dengan menjual Mama. Begitu filosofi orang Papua. Dan, karena itu, kebudayaan mengakar kuat untuk menjaga nilai-nilai filosofis seperti itu. Bahkan, setiap marga menghormati kepemilikan marga lain. Sikap saling menghormati kepemilikan antara marga merupakan nilai kebudayaan yang selalu dijaga, dirawat dan dilindungi.
Nilai-nilai yang dipegang teguh ini mestinya juga dihormati oleh Negara. Tugas negara adalah melestarikan nilai-nilai kebudayaan yang dianut masyarakat, termasuk masyarakat di Papua. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya.
Butuh Perlindungan Negara
Negara harus hadir dalam pemeliharaan kebudayaan, bukan melakukan pendekatan militer atau pendekatan kekerasan yang turut menghancurkan nilai-nilai kebudayaan (Belanda bisa jadi referensi). Jika pola pendekatan lama itu masih dipakai _sejak zaman Soekarno, dengan istilah yang berbeda-beda_, tentu hanya akan mengorbankan penduduk asli Papua. Pendekatan sepeti itu tentu tidak jauh berbeda dengan penjajahan.
Kehadiran negara seharusnya menghormati dan memberikan perlindungan terhadapat kebudayaan, suku dan bangsa yang ada di Papua. Jika selalu mengedepankan pendekatan militer, maka hanya akan memberikan ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup penduduk asli Papua. Peran negara harus bisa menjamin hak hidup warga negara di Intan Jaya. Ini sesuai dengan tugas negara yakni “melindungi segenap warga Indonesia”. Pendekatan keamanan dan pendekatan kekerasan tidak bisa menyelesaikan masalah di Papua, misalnya Intan Jaya. Masyarakat masih mengungsi, sementara, negara mengabaikan hak hidup warga negara. Proses pengabaian tersebut jika merujuk pada aspek HAM, masuk kategori pelanggaran HAM.
Dalam rumusan tersebut, tentu kita kenal dengan ada dua tindakan pelanggaran HAM yakni (1) by omission dan (2) by commission. Yaitu pengabaian terhadap hak hidup warga negara atau bahkan adanya dugaan sengaja dilakukan oleh negara. Dua Tindakan itu tentu masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia. Terhadap masalah tersebut, Komnas HAM sesungguhnya dapat mengumumkan adanya dugaan pelanggaran HAM.
Blok Wabu dan Nasip Masyarakat Intan Jaya
Pendekatan keamanan kini terjadi dalam dua variable yang berbeda, yakni (1) konflik kombatan; (2) Rakyat dikorbankan. Terhadap konflik kombatan tentu adalah konflik Ideologi. Sementara dalam konflik tersebut, banyak rakyat sipil yang menjadi korban. Bahkan Pendeta Yeremia Zanambani harus harus jadi korban. Padahal, pendeta tersebut adalah tokoh agama yang wajib hukumnya dilindungi dan bisa berperan sebagai pendamai dan pelindung rakyat.
Terkait penembakan Pendeta tersebut, CNN melansir pada 30/10/2020: “Ketua Tim Kemanusiaan Provinsi Papua untuk Kasus Kekerasan Terhadap Tokoh Agama di Kabupaten Intan Jaya, Haris Azhar membeberkan kronologi hasil investigasi penembakan pendeta Yeremia Zanambani yang tewas tertembak diduga oleh oknum aparat TNI di distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya”. Tokoh agama harus kehilangan nyawa, dan berdampak pada ketidak percayaan rakyat terhadap negara.
Jika blok Wabu dianggap bagian dari proyek nasional, yang harus dikritisi adalah (1) Situasi pra-kondisi tuk blok Wabu. Rakyat menjadi korban, bukan gerakan simpatisan yang dibangun atau membangun kepercayaan rakyat; (2) proyek nasional yang utama adalah tujuan nasional yakni melindungi warga Indonesia, dan warga Intan Jaya wajib hukumnya dilindungi. Sehingga, jika memakai nama proyek nasional dan mengorbankan warga negara, apa itu proyek nasional? jangan-jangan hanya untuk kepentingan segelintir orang yang memakai nama negara untuk mengorbankan warga negara.
Kehadiran Blok Wabu harus bisa menjamin kehidupan masyarakat di Intan Jaya. Tapi fakta di lapangan, menunjukkan lain. Mestinya dari masalah serius di Intan Jaya ini, negara harus mengedepankan Dialog Jakarta-Papua untuk mewujudkan Papua Tanah Damai. Trust harus dibangun melalui perundingan. Rumusan masalah dan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut harus dilahirkan melalui meja perundingan (dialog).
Jika negara gagal mewujudnyatakan kehadirannya di Papua, maka menjadi ancaman serius bagi masa depan orang Papua dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi ancaman Genosida, Di satu sisi, rakyat akan terus mempertahankan tanah adat dan eksistensi mereka sebagai pemilik tunggal atas warisan leluhur mereka soal tanah, hutan dan seisinya. Atas dasar itu juga mereka menolak blok Wabu karena mereka tidak bisa hidup tanpa tanah dan tanpa hutan serta alam, Sementara, di sisi lain, negara yang dikelola oleh segelintir orang memaksakan kepentingan investasi yang dapat merusak semua tatanan kehidupan warga setempat. Dan hal itu telah dibuktikan dengan pendekatan keamanan yang menewaskan pendeta yang adalah tokoh panutan. Mestinya pendekatan kemanusiaan, kebudayaan, dan pendekatan perundingan/dialog dikedepankan. Tanpa itu, masa depan warga Intan Jaya penuh tanda tanya.
Penulis adalah Aktivis Kemanusiaan & Peminat Hukum Tata Negara