Oleh: Sr. Florensia Imelda Seran (Mahasiswi STIPAS St. Sirilus Ruteng)
Suaranusantara.co – Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sejak awal tahun 2020 lalu telah meluluhlantakkan dan menggoncangkan seluruh dimensi kehidupan manusia. Orang miskin dengan pekerjaan yang tak pasti menjadi bagian dari masyarakat yang paling berdampak. Bukan hanya itu, bahkan ribuan hingga jutaan nyawa manusia telah menjadi korban dari kejamnya Covid-19 tersebut dengan segala variannya.
Negeri kita, Indonesia, tidak luput dari serangan. Telah banyak anggaran negara yang dikeluarkan untuk mengatasi penyebaran, juga untuk menyelamatkan masyarakat dari terjangan virus tersebut.
Tentu saja usaha pemerintah untuk melindungi warga negeri ini, harus juga disertai oleh kedisiplinan masyarakat mengikuti panduan protokol kesehatan, termasuk dengan aktif dan suka rela mendapatkan vaksin Covid-19. Sebab tanpa usaha dan kerja bersama, maka segala usaha untuk mengatasi penyebaran Covid-19 dengan segala variannya pasti akan berakhir sia-sia.
Solidaritas Nasional
Lebih dari itu, penguatan solidaritas sebagai modal sosial amat perlu dilakukan di tengah wabah Covid-19. Maka amat tepat, tatkala pada tahun 2020 lalu, Presiden Jokowi, menyerukan pentingnya solidaritas antaranak bangsa (Tempo, 18/04/2020).
Solidaritas itu secara imperatif ingin mengatakan bahwa mesti ada kepedulian terhadap sesama anak bangsa di tengah penderitaan akibat Covid-19. Tentu amat tidak berguna, jika di tengah maraknya wabah mematikan, justru anak negeri ini masih sibuk mencari-cari kesalahan satu sama lain. Juga tidak elok, jika di tengah penderitaan bersama, masih ada anak bangsa yang berusaha merongrong persatuan dan kesatuan bangsa.
Pandemi Covid-19 seyogianya menyatukan energi bersama untuk soliditas dan solidaritas nasional. Solidaritas tersebut bukanlah sesuatu yang baru atau modal sosial yang diimpor dari luar. Sebaliknya, solidaritas sosial merupakan bagian dari jati diri budaya bangsa ini. Sejarah bangsa ini menunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa berbudaya.
Dan budaya kita amat kaya dengan kearifan; salah satunya adalah solidaritas. Jadi, sekali lagi, bangsa ini adalah bangsa yang berbudaya, lahir dari semangat gotong royong dan tolong menolong. Kearifan-kearifan kultural itulah yang saharusnya menjadi fondasi bagi soliditas kewargaan dan solidaritas nasional, terutama di tengah badai Covid-19 yang masih melanda negeri kita.
Solidaritas Kristiani
Bagi kaum Kristiani, solidaritas nasional itu, diperkuat oleh inpirasi iman. Sebab iman Kriatiani menempatkan solidaritas sebagai pesan utama dari Kabar Gembira Yesus Kristus. Berdasarkan keyakinan dasar tersebut, maka Paus Fransiskus mengajarkan bahwa solidaritas bukan hanya prinsip etika atau kebajikan, melainkan suatu cara hidup dan cara berada bagi orang Kristen.
Sebab Yesus Kristus telah menunjukkan diri-Nya sebagai pribadi Allah yang senantiasa bersolider dengan duka dan kecemasan, sakit dan penderitaan, serta kedosaan manusia. Teladan Kristus tersebut, telah secara otentik hadir dalam sejarah Kekristenan, seperti terungkap dalam cara hidup jemaat perdana (Kisah Para Rasul 2:44-45).
Semangat hidup berbagi dan saling peduli yang tumbuh dalam komunitas Gereja perdana menjadi suatu daya tarik, sekaligus mengundang orang-orang sekitar untuk masuk dan bergabung bersama mereka.
Berdasarkan inpirasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa apabila orang Kristen ingin mengikuti Yesus Kristus secara otentik, maka dia harus menghidupi solidaritas, terutama solidaritas terhadap mereka yang menderita.
Dalam konteks itulah, maka amat tepat Paus Fransiskus mengundang dan mengajak umat Kristiani untuk membangun suatu budaya tandingan yang melawab budaya baru dalam dunia modern yaitu “globalisasi ketidakpedulian” (Evangelii Gaudium: 2013). Budaya tandingan yang dimaksudkan Paus Fransiskus dalam melawan globalisasi ketidakpeduliaan hadir dalam bentuk solidaritas kristiani.
Solidaritas kristiani adalah sikap peduli terhadap sesama yang menderita seperti yang telah diajarkan dan diteladankan oleh Yesus Kristus yang menjadi sumber pokok iman Kristiani.
Membumikan solidaritas kristiani di tengah pendemi yang telah menimbulkan penderitaan bagi manusia zaman ini, merupakan suatu ajakan, undangan, sekaligus tugas perutusan bagi murid-murid Kristus di tengah dunia zaman ini.
Sebab kadar kredibilitas kekristenan kita tidak hanya ditakar dari seberapa sering kita mengikuti ritual keagamaan, tetapi justru diukur dari seberapa solider kita dengan mereka yang menderita dan kesusahan.