Ruteng, Suaranusantara.co – Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Tunas Karya (YPTTK) Ruteng dan Ketua Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE) Karya terancam akan dilaporkan ke institusi Kepolisian Resort (Polres) Manggarai, Flores, NTT.
Proses hukum laporan ke polisi ini merupakan buntut dari kebijakan Yayasan dan pimpinan STIE Karya yang tidak memberikan jam mengajar kepada salah satu dosen berinisial LM.
Dugaan pidana tersebut disampaikan oleh Kuasa Hukum Dosen LM, Melkhior Judiwan, SH. MH saat ditemui media ini pada Senin (14/4/2025).
Dijelaskan oleh Mantan Hakim Ad-Hock Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri Kelas I A Kupang ini, pimpinan yayasan YPTTK dan Ketua STIE Karya masing-masing dituduhkan dengan pasal yang berbeda.
Keduanya (Yayasan YPTTK dan Ketua STIE Karya) diduga melanggar Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan melakukan pencemaran nama baik.
“Kami menduga ada unsur deliknya, delik itu sebuah tindak kejahatan, yaitu soal pengupahan yang bertentangan dengan aturan dan pencemaran nama baik,” jelas Melkhi.
Diuraikan oleh Melkhi, pimpinan YPTTK dikenakan pasal pelanggaran UU Ciptaker tentang pengupahan atau gaji karyawan atau dosen yang tidak memenuhi aturan standar upah minimum provinsi (UMP).
Lanjut dijelaskan oleh Melkhi, kliennya sudah mengabdi selama tujuh tahun pada lembaga STIE Karya Ruteng. Pihak Yayasan YPTTK memberikan gaji kliennya dengan besaran Rp600 ribu sampai Rp800 ribu.
Gaji atau upah tersebut dinilai sangat bertentangan dan jauh dari standar yang ditetapkan oleh aturan yang berlaku. UMP Provinsi NTT saat ini diketahui sebesar Rp. 2.328.969.
Melkhi menambahkan, perusahaan sangat jelas dilarang membayar upah tenaga kerja atau buruh di bawah UMP.
Larangan tersebut merujuk pada pasal 81 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang merupakan penegasan dari Pasal 185 UU Nomor 13 tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan.
“Itu bukan tindakan pidana pelanggaran tapi tindakan pidana kejahatan. Ancaman pidananya itu minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun dan atau sanksi dalam bentuk denda uang ratusan juta rupiah,” tambahnya.
Melkhi menyebutkan, Ketua STIE Karya Ruteng juga akan dipolisikan dengan tuduhan dugaan melakukan pencemaran nama baik.
Ketua STIE Karya melalui rilis tanggapannya dinilai telah melakukan fitnah dan pembohongan publik.
Tidak hanya itu, semua keterangan yang disampaikan oleh pihak STIE Karya juga dinilai hasil rekayasa karena tidak sesuai dengan keterangan yang disampaikan oleh kliennya.
“Pihak STIE Karya menyebut ada surat peringatan, tapi setelah kami dalami, surat peringatan itu tidak pernah ada,” jelas Melkhi.
Melkhi menambahkan, Kebohongan dan fitnah yang dilakukan Ketua STIE Karya sangat merugikan nama baik kliennya.
Lanjut diterangkan Melkhi, kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diterima kliennya juga dianggap keputusan sepihak yang tidak adil dan demokratis.
Keputusan sepihak yang ia sebutkan sangat beralasan, pasalnya dalam proses dan tahapan pembuatan kebijakan itu, kliennya tidak dilibatkan.
Dirinya juga menyayangkan, lembaga STIE Karya sangat tidak bersesuaian dengan kapasitas sebagai lembaga akademis. Tindakan yang dilakukan, dinilai telah merusak citra akademis dari perguruan tinggi tersebut.
“Dalam waktu dekat, kami akan segera mengajukan dalam bentuk pengaduan pidana ke Polres Manggarai,” tutupnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Yayasan YPTTK dan Ketua STIE Karya belum berhasil dikonfirmasi media ini.
Permintaan konfirmasi yang dikirimkan melalui pesan WhatsApp belum mendapat tanggapan.
Liputan: Patris Agat