Oleh : RD.Martin Chen | Direktur Pusat Pastoral (PUSPAS) Keuskupan Ruteng
(19 April 2025; Kej 1:1-2:2; Kel 14:15-15:1; Yeh 36:16-17a.18-28; Rm 6:3-11; Luk 24:1-12)
Ragi yang meresapi dan mewarnai seluruh adonan perayaan malam Paskah adalah Transformasi. Paskah berarti perubahan. Beriman berarti bertransformasi. Bergereja berarti bertumbuh kembang.
Hidup adalah sebuah proses. Hal ini telah terungkap dalam kata Paskah yang berasal dari kata ibrani Pesach. Artinya: Tuhan lewat (Kel 12).
Tuhan bergerak, Dia melintasi hidup umat-Nya. Secara mengagumkan perubahan ini terpancar indah dalam liturgi malam Paskah. Melalui upacara cahaya, misteri agung liturgi malam paskah disingkapkan melalui perubahan dari gelap ke terang.
Dalam situasi remang-remang, cahaya lilin Paskah melintasi umat dengan seruan meriah Imam: Lumen Christi! Cahaya Kristus! Terang Kristus menghalau kegelapan dunia.
Nada dasar perubahan itu bergaung megah secara istimewa dalam warta biblis malam Paskah. Dibuka dengan himne agung atas karya penciptaan Allah dalam Kitab Kejadian, Allah mengubah kaos menjadi kosmos, ketidakteraturan menjadi harmoni, kegelapan menjadi terang.
Penciptaan, awal mula alam semesta menurut para ahli adalah sebuah “big bang”, ledakan dahsyat perubahan. Namun perubahan ini tidak hanya menyangkut alam semesta tetapi juga menerobos kehidupan umat manusia.
Itulah yang dilukiskan oleh narasi eksodus dalam Kitab Keluaran, pembebasan umat Israel dari perbudakan Mesir, yang dengan kuasa Ilahi melintasi Laut Merah menuju Tanah Terjanji, Tanah Pengharapan. Bahkan bukan hanya dimensi kosmis dan sosial, tetapi juga personal.
Paskah berarti juga perubahan diri manusia. Perubahan yang sejati harus mulai dalam inti diri seseorang, dalam “hati dan roh yang baru”, tandas nabi Yehezkiel.
Akhirnya, transformasi ini tidak hanya terbatas dalam dunia yang fana ini, tetapi terbuka terhadap kepenuhannya dalam kehidupan kekal.
Paskah berarti bebas dari keterikatan duniawi dan terarah kepada Allah. Itulah yang diwartakan oleh Rasul Paulus (Rom 6) dan Penginjil Lukas (Luk 24) sebagai buah kebangkitan Kristus bagi umat manusia: dosa dirubah menjadi rahmat, kematian menjadi kehidupan abadi.
Perubahan sejatinya selalu mengandung dua sisi, yakni apa yang sudah tercapai, dan yang belum tercapai. Yang tercapai itulah yang disyukuri dalam selebrasi.
Liturgi adalah sebuah selebrasi. Upacara malam paskah adalah sebuah selebrasi, perayaan syukur atas hadiah indah kehidupan baru berkat kebangkitan Kristus.
Demikian pula Ekaristi adalah selebrasi. Eucharistia adalah puji syukur atas karya indah cinta Tuhan yang menyelamatkan melalui wafat dan kebangkitan Kristus.
Jadi perayaan Ekaristi sesungguhnya merupakan perayaan Paskah. Setiap hari Minggu, umat Allah merayakan peristiwa Paskah, wafat dan kebangkitan Tuhan.
Maka Ekaristi juga selalu berciri transformatif. Tuhan berubah menjadi roti dan anggur kehidupan. Umat yang menyantapnya pun berubah menjadi satu persekutuan Umat Allah dan bertumbuh sebagai pribadi baru, yang hidup dalam roh dan semangat Kristus (“tinggal dalam Kristus”, Yoh 6:56).
Sedangkan sisi lain dari perubahan yang belum tercapai, itulah yang menjadi pengharapan. Dalam ziarah hidup kita di dunia yang fana ini, belum ada hal yang sempurna.
Banjir air mata masih mengalir deras di tengah dunia ini. Hidup kita masih dilanda duka derita. Diri kita masih rentan terluka oleh pisau konflik dan kekerasan. Tapi hal ini tak membuat kita berputus asa.
Paskah berarti menenun bingkai pengharapan yang dibangun dalam rajutan tali cinta Kristus yang bangkit.
Paskah mendendangkan gita pengharapan ini: Ketika saya jatuh, saya boleh bangkit lagi. Ketika saya gagal, saya dapat mencoba lagi. Ketika saya tersandung, saya dapat mengayunkan langkah baru lagi. Ketika saya menderita, saya dapat berjuang untuk hidup bahagia.
Tetapi paskah bukanlah sebuah mimpi indah. Hidup dalam dunia awang-awang. Setelah Paskah bukan berarti tak akan ada lagi masalah dalam kehidupan ini. Tetapi saya dapat memanggul salib kehidupan dalam kekuatan Kristus yang bangkit.
Setelah Kristus bangkit, bukan berarti tak ada lagi kematian. Tetapi saya dapat mengalami kematian dengan harapan melintasi maut menuju gerbang kehidupan abadi yang bahagia.
Paskah bukanlah ilusi kehidupan. Paskah berciri transformatif. Ia mengubah dan membarui.
Dalam peristiwa Paskah, kita boleh percaya: hidupmu yang pahit akan menjadi manis, yang terbebani akan menjadi ringan, yang terluka akan disembuhkan oleh cinta Kristus yang bangkit.
Selamat merayakan Paskah 2025. Tuhan mencintaimu.
Penulis: Patris Agat