Penulis: Zakarias Gara, Ketua Bawaslu Kabupaten Manggarai Timur
Manggarai, NTT, Suaranusantara.co – Diskursus tentang Pemilu dan Pemilihan (Pilkada) selalu diwarnai persoalan politik uang (money politics). Sejarah panjang demokrasi Indonesia sejak pertama kali pemilu terlaksana tahun 1955 hingga sekarang masih dihadàpkan dengan persoalan klasik, Berbagai isu politik seolah tak mampu terurai oleh mesin waktu.
Politik uang memang menjadi salah satu persoalan sekaligus tantangan utama di setiap hajatan lima tahunan ini. Belajar dari pengalaman pemilu ke pemilu, politik uang selain merusak tatanan demokrasi juga menghambat jalannya proses pembangunan.
Ini karena kualitas pemimpin yang dihasilkan tentu tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Sebab dengan maraknya praktek politik uang, hanya mereka yang bermodal uang saja yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan suara dan kursi.
Praktik Tidak Sehat
Sebuah studi juga menjelaskan bahwa, kepemilikan modal ekonomi juga memiliki tautan yang erat dengan kesempatan seseorang untuk dipilih. Praktek politik uang menghasilkan pemimpin yang tidak amanah dan menyuburkan tindakan korupsi.
Kutipan dari Merdeka.com, menyatakan bahwa pada pemilu 2019 yang lalu, politik uang mendominasi daftar kelam kecurangan. Peserta pemilu maupun para penyelenggara sama-sama memainkan money politic.
Data Bawaslu menunjukkan setidaknya tercatat 25 kasus yang ditindak lembaga pengawas pemilu ini. Dari 25 kasus tersebut, tim patroli Bawaslu melakukan OTT di 13 Provinsi di Indonesia. Namun dalam beberapa kasus antara lain, mayoritas dilakukan penindakan di Wilayah Jawa Barat dan Sumatra Barat.
Pihak kepolisian membantu Bawaslu dalam penangkapan para pelaku politik uang, dana 3 kasus yang berhasil terungkap. Sedangkan sisanya, yakni 22 kasus, murni Panitia Pengawas Pemilu(Panwaslu) yang menemukannya di semua tingkatan di wilayah.