Di tempat terpisah, tokoh masyarakat Desa Goloworok Yohanes Jelahut yang hadir pertemuan dengan Lodovikus mengaku heran dengan argumen yang disampaikan. Dia merasa aneh jika para Kades tidak membuat laporan pertanggungjawaban di akhir masa jabatannya. Padahal sudah merencanakan dan menggunakan dana desa berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang dibuat selama enam tahun.
Di sisi lain, mantan Kades Goloworok Fransiskus Syukur masih mengendalikan proyek dana desa sampai Desember 2019. Bahkan ada proyek yang baru dikerjakan pada Januari 2020. Padahal dia sudah selesai masa jabatannya pada Oktober 2019.
“Kami masyarakat bingung dengan apa yang terjadi di lapangan. Sang Kades masih kendalikan proyek sampai 2020. Lalu dibilang dia tidak perlu membuat laporan pertanggungjawaban. Ini kayak dagelan aja. Kemudian yang membuat RPJMDes itu kan para kepala desa dan perangkatnya. Itu untuk masa waktu enam tahun sesuai masa jabatannya. Kalau di tahun terakhir, dia tidak buat laporan, padahal dia sudah menggunakan anggaran, kan aneh,” jelas Yohanes.
Dia berharap Pemda Manggarai benar-benar memahami aturan yang ada. Jika 94 desa yang menggelar Pilkades serentak di Manggarai pada bulan November ini, di mana para Kades tidak membuat laporan di akhir masa jabatannya, akan menjadi persoalan besar.
“Di Manggarai ini, akan ada Pilkades serentak untuk 94 desa pada tahun ini. Hampir semua diikuti incumbent atau petahana. Apakah semua petahana tidak membuat laporan pertanggungjawaban di tahun 2019 sebagai tahun terakhir masa jabatannya? Ini harus diselidiki, ada apa. Tidak memahami aturan atau gimana,” tutur Yohanes.
Sebelumnya, warga Desa Goloworok menuntut agar Fransiskus Syukur didiskualifikasi dari pencalonan sebagai Kades. Hal itu karena tidak membuat laporan pertanggungjawaban pada tahun 2019. Atas tuntutan tersebut, Plt Camat Ruteng Lodovikus Demung Moa menyatakan Fransiskus memang tidak perlu membuat laporan pertanggungjawaban pada tahun 2019 dan akan diserahkan ke Plt Kades.