Ruteng, Suaranusantara.co – Ir. Agustinus Ganggut, MT tutup usia di Rumah Sakit Siloam Labuan Bajo, Kamis, 4 Februari 2020 malam. Birokrat yang tenang, cerdas dan tegas itu wafat di usia menjelang akhir masa pengabdiannya sebagai ASN.
Setahun terakhir Agustinus Ganggut mencoba menjejakkan kakinya di jalan politik, impiannya untuk mengabdikan sisa hidup bagi Tanah Manggarai yang sudah melahirkan, membentuk dan menjadikannya man for others (manusia bagi sesama).
Ada seribu satu kesan dan kenangan tentang sosok, kiprah dan cerita tentangnya, setiap orang yang pernah mengenal dia pastilah memiliki sudut kesan berbeda. Namun semua itu menjadi nostalgia ketika, Sang Pemilik Kehidupan telah memanggilnya pulang.
Di balik perangainya yang nampak serius dan tegas, Pak Gusti, begitu ia biasa di sapa, ternyata seorang pria yang lembut hati, pemurah dan humanis. Waktu telah menempanya menjadi kuat, mandiri, berjiwa satria/gentle, pantang menyerah dan terutama pemaaf yang baik.
Pilkada Manggarai
Belakangan, nama Agustinus Ganggut semakin d ikenal luas, saat ia memutuskan akan maju di Pilkada Manggarai tahun 2020. Puluhan baliho, ribuan lembar stiker dan pamflet visi-misi bergambar fotonya. Jauh hari sudah beredar dari Kota Ruteng hingga ke pelosok desa.
Baliho-baliho berukuran besar dan sedang, bergambar Agustinus Ganggut sedang tersenyum (kebetulan saya yang membuat foto tersebut) bertebaran. Ini merupakan bentuk interupsi demokrasi yang patut di acungi dua jempol. Hanya dia-lah tokoh alternatif (satu-satunya orang baru) yang akhirnya datang mendaftar ke partai-partai politik sebagai bacalon bupati. Dan dengan percaya diri penuh memaparkan visi-misi di Rakorda sejumlah parpol.
Perkenalan serius saya dengan sosok Pak Gusti bermula ketika ia berkeinginan maju kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Manggarai tahun lalu.
Tak terpikir sebelumnya, saya kemudian diminta olehnya bergabung dalam tim perintis yang menyiapkan jalan baginya untuk bersama membangun sinergitas menuju panggung perhelatan suksesi Manggarai 2020.
Di tim kerja kecil, yang sebenarnya lebih pas disebut tim think-thank, sebagai cikal bakal pergerakan politik awal itu, ada Pak Agus Ampur, Pak Willy Grasias, dan dua orang muda kerabat dekatnya.
Kami intens bertemu, terkadang hampir berselang dua atau tiga hari, dari petang hingga larut malam mendiskusikan berbagai hal, dari menggodok visi-misi, pemetaan basis dukungan, strategi ‘turun gunung’ sampai persiapan pendekatan komunikasi dengan parpol-parpol yang memiliki kursi di lembaga DPRD Manggarai, mengingat saat itu, dia masih menjadi ASN aktif yang menjabat staf ahli, bukan kader parpol.
Tahun 2011, ketika saya masih aktif menjadi jurnalis, pada beberapa kesempatan peliputan, sosok Pak Gusti tak luput dari pemberitaan di media kami, khususnya seputar kegiatan yang dilakukan Dinas Perhubungan yang dipimpinnya.
Setahun menjelang Pilkada 2020, belum satu pun nama kandidat yang terdengar serius menyatakan diri siap maju sebagai bacalon bupati; selain petahana (Bupati Kamelus) dan Pak Heri Nabit (rival Pilkada lalu) yang di sebut-sebut akan rematch, mengulang head to head.
Kerja Keras Politik
Diskusi segi tiga, antara Pak Gusti, Pak Agus Ampur dan saya lalu mengerucut : harus ada pasangan calon (paslon) alternatif di Pilkada 2020.
Pertimbangannya tak lain, dinamika politik Manggarai menjelang Pilkada 2020 diprediksi bisa juga menguntungkan paslon pendatang baru. Bila di dukung dengan kerja-kerja politik yang terukur, cerdas dan di barengi militansi tim-tim pemenangan. Dan khususnya relawan yang telah di bentuk lebih awal oleh Pak Agus sebagai ketua Gardu Agung (Gerakan Relawan Pendukung Agustinus Ganggut). Yang berbasis di kecamatan-kecamatan, desa/kelurahan hingga dusun dan kampung-kampung.
Impian itu semakin matang dan mengerucut ketika semakin banyak kaum muda milenial, termasuk keluarga dan beberapa tua adat datang menemui Pak Gusti secara langsung, termasuk semua koordinator kecamatan (korcam) menyampaikan langsung dukungan mereka atas rencana ayah dari 3 anak ini maju berkompetisi menjadi pemimpin Manggarai mendatang.
Bahkan, ada pula pengurus parpol yang bersulaturahmi mendekatinya. Tim kerja pun semakin besar, dengan cara mereka masing-masing mulai masuk keluar sejumlah wilayah di Manggarai mewartakan bahwa Pak Gusti siap maju.
Dengan berbagai latar belakang pendidikan, pengalaman dan karier cemerlang di lingkup birokrasi, di barengi kapasitas, kapabilitas yang di milikinya, sosok Pak Gusti tidak d iragukan lagi. Bisa bersaing di level Pilkada dengan baik. Kepada saya dan Pak Agus, dia membuka 6 nama kandidat calon wakil yang sudah ada di “saku”.
Ia minta pertimbangan, telaahan, termasuk setelah berkomunikasi dengan duduk bersama 3 mantan birokrat senior Manggarai saat itu. Dalam perjalanan waktu, saat musim pendaftaran bacalon Kada, ia pun memutuskan nama Pak Mantovanny Tapung sebagai calon wakil yang mendampinginya.
Ia lalu mengutus saya, melobi, meyakinkan dosen Unika Santu Paulus Ruteng itu agar menerima tawaran menjadi wakil, dengan pertimbangan utama, pemilik gelar doktor ini merupakan representasi kelompok milenial, akademisi dan sesuai dengan beberapa kriteria lainnya.
Paket AMAN
Singkat cerita, dari lantai II kafe miliknya di Waso, gayung pun bersambut. Jadilah Paket AMAN (Agustinus-Mantovani). Keduanya terlihat bersama mendatangi sekretariat sejumlah Parpol untuk mendaftar, bergantian mempresentasikan visi-misi, di hantar tim relawan, keluarga dan simpatisan.
Saya sudah selesai dengan diri sendiri, semua anak sudah berdikari, mandiri. Saya ingin mengabdikan sisa hidup ini untuk Manggarai. Kalau memang nanti di restui oleh Tuhan dan di kehendaki oleh masyarakat.
[2] Wakil bupati itu mitra kerja sepadan bupati, harus selalu dilibatkan dalam setiap kebijakan strategis yang mau diambil, harus menjadi rekan mempertimbangkan banyak hal untuk diputuskan bersama [3] Politik itu baik, etika dan moral berpolitik harus selalu menjadi yang penting, kalau kita mau menang, harus menang dengan elegan, menang untuk mengabdi rakyat”.
Ada banyak buah pikiran yang pernah dia ungkapkan saat kami sedang duduk bersama, baik saat diskusi serius, ketika ngobrol santai sambil meneguk kopi atau seloki sopi, bahkan saat saling menelpon bersenda-gurau.
Tiga di antara kalimat yang masih saya ingat baik, sengaja saya kutip kembali di atas, sebagai “wejangan” politiknya yang sarat makna. Bagi Pak Gusti, pilkada adalah jalan menuju perjuangan, pengabdian bagi masyarakat. Walaupun penuh tantangan dan dinamis, ia mahfum, politik memang keras, penuh onak dan ketidakpastian.
Hingga ketika perjuangan mendapatkan parpol pengusung akhirnya kandas, tak terbersit sedikit pun di raut wajahnya tanda kecewa. Malah, ketika rapat tim dan relawan terakhir di gelar di rumahnya, ia nampak begitu tenang. Sehingga dengan mudah meneduhkan rasa kecewa para pejuang AMAN.
“Dari awal saya sudah siap, siap menerima apa pun dinamika Paket AMAN. Kalau mau bilang kecewa secara manusiawi, iya, tetapi kita semua sudah berjuang yang terbaik. Semua yang sudah kita buat, saya lakukan, anggap saja kita kerja sosial. Masih ada kesempatan lain kita lebih persiapkan diri lagi”.
Itulah kalimat pamungkas lagi bijaksana yang di ucapkannya saat jumpa terakhir kami. Pertemuan berkesan dan penuh keharuan, bahkan ada yang tak sadar sampai menitikkan air mata.
Betapa, di aras perjuangan cukup panjang yang telah di lalui, ia bisa mentransformasikan politik sebagai jalan penghargaan pada humanisme (kemanusiaan).
Sosok Tangguh
Ia dengan begitu mudah memaafkan realitas dan memaklumkan banyak hal yang menurut saya, mungkin bagi orang lain sulit di maafkan. Jiwa penyabarnya begitu tangguh, seolah-olah kepada tim relawan dan tim kerja lainnya terselip pesan. Bahwa persahabatan, persaudaraan jauh lebih penting dari apa pun.
Di akhir tulisan ini, saya jadi teringat, salah satu peristiwa besar di Aula Kathedral Ruteng, ketika pada tahun 2019 lalu. Ketika ia dan sang istri tercinta, Ibu Yosephine menjembatani sekaligus memfasilitasi kedatangan Tim Doa Pak Hari Purnomo dari Malang. Dengan mengadakan acara Kebaktian Penyembuhan Ilahi di Ruteng, Datak dan Labuan Bajo.
Ribuan orang dari lintas kabupaten se Flores datang memenuhi ruangan dan halaman aula. Pak Hari, yang tak mudah ditemui itu bersedia datang memenuhi permintaan pasutri Pak Gusti-Ibu Yosephine tidak hanya menggelar KKR di Ruteng namun juga di dua paroki lain di Manggarai Barat.
Ia prihatin. Hatinya tergerak, terpanggil mendukung misi pelayanan orang sakit. Bersama istri dan anak-anaknya, Pak Gusti berada di antara orang-orang sakit, kaum tua, muda sampai anak-anak. Yang lumpuh, bisu pula tak bisa melihat, ia ikut melayani mereka langsung, beberapa hari berturut-turut. Dari pagi hingga malam, di Ruteng dan Manggarai Barat.
Saya bersyukur, sempat mengabadikan moment berkesan itu, di mana ia menyatu dengan orang-orang menderita. Setelah ia tiada, sambil memandang baik-baik foto ini. Saya tersadar, dia pun sedang mengajak kita menjadi pelaku Sabda Yesus,”. …ketika Aku sakit, kamu melawat Aku.” (Matius 25:36). Selamat Jalan, Pak Gusti.
PenulisL Jimmy Carvallo, penulis lepas tinggal di Ruteng