Perkembangan Bawaslu
Seiring perkembangan penyelenggaraan pemilu dan pemilihan, pada tahun 2011, terjadi perubahan kelembagaan pengawas pemilu dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelanggara Pemilu di mana Panwas Pemilu Provinsi menjadi lembaga tetap dengan nama Bawaslu Provinsi dengan jumlah anggota Bawaslu Provinsi sebanyak 3 (tiga) orang. Bawaslu Provinsi ketika itu baru dibentuk bulan September 2012, namun Panwas Pemilu Kabupaten/Kota masih bersifat ad hoc (sementara).
Jelang pemilu 2014, perdebatan soal apakah kelembagaan Bawaslu diperkuat atau dibentuk menjadi lembaga ad hoc kembali mencuat. Perdebatan tersebut tidak terlepas dari kinerja Bawaslu yang dinilai kurang efektif pada Pemilu 2009. Sehingga upaya penguatan kelembagaan Bawaslu pada pemilu 2009 kembali berujung kegagalan. Menjelang Pemilu 2014, DPR membahas Rancangan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu.
Pada pembahasan itu lagi-lagi memunculkan dua kutub wacana perihal status Bawaslu. Alternatif pertama, kedudukan Bawaslu bukan merupakan subordinasi KPU, kedudukannya setara dengan KPU. Kedudukan Bawaslu harus bersifat permanen. Kedudukan Bawaslu dianggap penting untuk diperkuat eksistensinya, karena dengan menguatnya Bawaslu, maka akan tercipta pengawasan yang melekat pada penyelenggaraan pemilu. Alternatif kedua, berpijak pada argumentasi bahwa kedudukan Bawaslu adalah bagian dari KPU dan struktur Bawaslu tidak bersifat permanen melainkan ad hoc.
Pendapat tersebut merujuk pada UUD Negara Republik Indonesia (NRI) 1945 yang memang mengatur KPU sebagai penyelenggara pemilu, sedangkan Bawaslu adalah bagian yang integral dari penyelenggara pemilu. Oleh sebab itu, tidak mungkin bagi Bawaslu setara atau bahkan melampaui kewenangan KPU yang pembentukannya telah diamanatkan oleh UUD NRI 1945. Berikutnya Pansus yang mendukung alternative ini juga menganggap menjadikan Bawaslu sebagai lembaga permanen adalah hal yang tidak realistis, karena memiliki konsekuensi anggaran yang besar, di sisi lain kinerjanya dinilai tidak maksimal dari pemilu ke pemilu (Fritz Edward Siregar, 2019:42-43).