Anggota DPD RI dari Provinsi NTT ini juga menyambut positif program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM) yang dibentuk Kementerian Pendidikan, Riset dan Teknologi. Salah satu program MBKM adalah Kampus Mengajar, di mana mahasiswa selama tiga semester melakukan kegiatan belajar di luar kampus.
“Jika sekolah-sekolah dasar dan menengah Kristen membangun network kerja sama dengan universitas-universitas Kristen yang ada di NTT maka ketimpangan rasio guru dan siswa bisa diatasi,” ujar Abraham.
Sementara Kepala SMA Kristen Kapan Yefriana AD Boimau mengeluh kekurangan guru. Dia menyebut tahun ini, ada empat orang guru yang lulus tes P3K dari sekolahnya. Padahal jumlah guru selama ini hanya 22 orang. Sementara jumlah murid lebih dari 700 orang. Jika empat guru itu ditarik ke sekolah lain atau ke sekolah negeri, akan menimbulkan kekurangan guru di sekolah tersebut.
Pengakuan yang sama disampaikan Kepala SD GMIT Soe 1, Tabun Uli. Disebutnya, SD GMIT Soe 1 memiliki 34 orang guru. Tahun ini, ada empat guru honorer yang lulus tes P3K. Jika empat orang itu ditarik ke sekolah negeri, akan terjadi kekurangan guru. Padahal jumlah siswa mencapai 600 orang.
Kepala SMK Kristen Oinlasi, Max Nomleni juga bercerita masalah kekurangan guru. Di sekolahnya, jumlah siswa mencapai 800 orang. Guru hanya ada 46 orang dan semuanya berstatus honorer. Ada beberapa guru yang lulus P3K. Jika yang lulus P3K semuanya ditarik ke sekolah negeri, akan terjadi kekurangan guru yang cukup signifikan.
Menanggapi hal itu, Abraham mengatakan akan meminta pemerintah pusat agar guru-guru swasta yang lulus tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) tahun 2022 bisa dipekerjakan kembali ke sekolah swasta atau sekolah asalnya. Alasannya, sekolah-sekolah swasta akan semakin kekurangan guru jika mereka yang lulus tes P3K ditarik ke sekolah negeri atau tidak kembali ke sekolah asal.