Jakarta, Suaranusantara.co – R.A. Kartini lebih banyak diilustrasikan sebagai pahlawan perempuan Indonesia yang mengenakan kebaya dan bersanggul khas adat budaya Jawa. Bangsa Indonesia merayakan tanggal kelahirannya, 21 April, sebagai Hari Kartini, dan biasanya perempuan Indonesia memperingatinya dengan mengenakan kebaya atau baju adat daerah lainnya.
Sementara, R.A. Kartini sendiri adalah sosok pejuang emansipasi. Pemikirannya tentang pendidikan bagi perempuan Indonesia inilah yang sesungguhnya lebih patut kita rayakan. Karena dalam pandangannya, pendidikan sangat penting bagi kaum perempuan, agar memiliki kesempatan yang setara untuk mengangkat derajat dan martabat bangsa.
Gedung Kanigara RSCM
Perjuangan R.A. Kartini tidak sia-sia. Kini telah banyak perempuan Indonesia yang memiliki kesempatan setara dengan kaum laki-laki untuk mengenyam pendidikan hingga bangku perguruan tinggi. Bahkan bisa bekerja dan berkarya. Salah satunya adalah Dr. dr. Lies Dina Liastuti, Sp.J.P(K), MARS, Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Subspesialis Jantung dan Pembuluh Darah Ekokardiografi, yang akrab disapa dr. Lies, dan berpraktik di RSUPN RSCM Jakarta.
Di sela-sela kesibukannya, dr. Lies bersedia berbagi cerita saat ditemui di ruang kerjanya di Gedung Kanigara, salah satu bangunan baru di area RSCM, yang mengoperasikan layanan kesehatan terintegrasi yang berfokus pada layanan uro-nephrology, hepatologi, dan diabetes. Gedung baru ini tampak modern, lengkap dengan sarana dan fasilitas world class yang tersedia.
Gedung Kanigara diresmikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, pada tanggal 3 Maret 2023 yang baru lalu. Saat peresmiannya, turut hadir Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang didampingi oleh dr. Lies yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama RSCM Jakarta.
“Kami mencari beberapa nama dan pilihannya adalah Kanigara, yang memiliki arti tersendiri. Kanigara berarti mahkota, jadi ini mahkotanya RSCM, jadi suatu kebanggaan bagi tim kami untuk memberikan mahkota ini untuk Indonesia,” tutur dr. Lies.
“Gedung Kanigara merupakan gedung dengan pelayanan terintegrasi. Dengan gedung yang mengintegrasikan berbagai disiplin dan divisi, maka ini akan memudahkan pasien dan tenaga kesehatan, sehingga membuat dokter tidak habis waktunya untuk menyeberang dari gedung satu ke gedung yang lain,” lanjutnya.
Bangunan gedung baru ini merupakan hasil kolaborasi dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR dan Kementerian BUMN untuk menyediakan pelayanan kesehatan yang paripurna kepada masyarakat.
Kartini di Bidang Medis
Dr. Lies, lulusan program pendidikan Dokter Umum dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tahun 1987 ini, melanjutkan studi Program Residensi Spesialis di bidang Penyakit Kardiovaskular, FKUI dan lulus tahun 1995. Selain itu, ia juga mempelajari Administrasi dan Manajemen Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia (FKM UI) selama beberapa tahun dan lulus tahun 2013.
Pada tanggal 25 Mei 2018, Menteri Kesehatan Indonesia pada waktu itu, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) melantik dr. Lies sebagai Direktur Utama RRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Dikutip dari laman situs resmi FKM UI, dengan pengetahuannya yang luas dan keterampilan yang luar biasa, ia pernah ditawarkan untuk menjadi Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita pada tahun 2006. Ia menerima tawaran tersebut dan menjabat selama hampir lima tahun sebelum dipromosikan menjadi Direktur Operasional di sana. Setelah sebelas tahun, ia pindah ke Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais di mana ia menjadi Direktur Medis hingga tahun 2018. Ia lalu menjadi Direktur Utama di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo sejak itu.
Antara Kesehatan dan Kemanusiaan
Berbincang dengan dr. Lies terasa sangat menyenangkan karena wawasannya luas dan pengalamannya amat banyak. Selalu saja ada pembahasan yang seru untuk disimak. Cerita bukan hanya sebatas pengalaman medis sebagai spesialis jantung saja, tetapi juga tentang etika dan empati dalam hubungan antar manusia.
Yang menarik antara lain cerita tentang keluarga pasien. Ada seorang anak yang lebih asyik bermain gadget saat menjaga ayahnya yang sedang menjalani perawatan. Dr. Lies sempat menegur anak tersebut, karena seharusnya lebih mempriotaskan waktunya untuk orang tuanya yang membutuhkan perhatian dari keluarga.
“Seringkali kesembuhan bukan karena obat. Pasien bersemangat untuk sembuh karena perhatian dan kasih sayang dari orang-orang terdekatnya, terutama keluarga,” jelasnya.
Kisah berlanjut tentang pasien yang kritis, dan nampaknya hampir tidak tertolong lagi sehingga keluarga dipanggil, dan mereka mengelilingi pasien untuk berdo’a. Mereka adalah keluarga Nasrani dari suku Batak, sehingga berdo’a sambil bernyanyi dengan suara pelan. Namun tak terduga, pasien tersebut malah membaik dan sembuh. Setiap kali datang untuk kontrol, pasien ini meluapkan kebahagiaannya dengan berseru mengenalkan dr. Lies kepada orang-orang sekitarnya ketika pintu terbuka dan masuk ke ruang praktik.
Belum lagi pengalaman dr. Lies lainnya di berbagai kota di Indonesia, ketika melihat langsung bagaimana kondisi masyarakat Indonesia. Berseling dengan celetukan yang lucu dan derai tawa, terungkap keinginan dan semangatnya tentang bagaimana mewujudkan generasi emas di Indonesia.
Sayang sekali tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, sehingga obrolan pun harus berakhir, karena dr. Lies harus kembali menemui pasien-pasien yang sudah mengantri. Kalau saja R.A. Kartini masih hidup, tentunya akan merasa senang dan bahagia mendengar percakapan ini. Selamat Hari Kartini untuk semua perempuan Indonesia!