Oleh: Anna Saraswati FH Universitas Al-Azhar Indonesia
Jakarta, Suaranusantara.co – Holding company atau Perusahaan Group bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut, demikian menurut Munir Fuady. Secara umum, teknis pembentukan holding company dilakukan melalui prosedur residu, prosedur penuh dan prosedur terprogram.
Dalam prosedur residu, perusahaan asal dipecah-pecah sesuai masing-masing sektor usaha menjadi perusahaan yang mandiri. Sedangkan sisanya (residu) dari perusahaan asal dikonversi menjadi perusahaan holding, yang juga memegang saham pada perusahaan pecahan dan perusahaan-perusahaan lainnya jika ada.
Sementara prosedur penuh sebaiknya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak terjadi pemecahan atau pemandirian perusahaan. Namun rmasing-masing perusahaan dengan kepemilikan yang sarna atau berhubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu perusahaan holding. Dalam hal ini, yang menjadi perusahaan holding bukan sisa dari perusahaan asal seperti pada prosedur residu, tetapi perusahaan penuh dan mandiri.
Sedangkan dalam prosedur terprogram, pembentukan holding company telah direncanakan sejak awal permulaan bisnis. Sehingga perusahaan yang pertama sekali berdiri dalam group menjadi perusahaan holding. Kemudian untuk masing-masing bisnis yang berjalan, akan ada pembentukan atau proses akuisisi perusahaan lain, di mana pemegang saham pada umumnya akan menjadi mitra bisnis. Dengan adanya kebijakan ini, perusahaan baru sebagai anak perusahaan dapat terus berkembang seiring perkembangan bisnis dari group usaha tersebut.
Tanggung Jawab Perusahaan Induk dalam Perusahaan Grup
Dosen Hukum Perusahaan dan Pembiayaan Perusahaan dari Fakultas Hukum, Universitas Al-Azhar Indonesia, Dr. Anis Rifai menuturkan bahwa perusahaan adalah badan hukum. Sebagaimana dalam hukum perdata, badan hukum (rechtspersoon) juga merupakan subyek hukum selain manusia (natuurlijk persoon). Dengan demikian, perusahaan juga memiliki hak dan kewajiban yang melekat.
Lebih lanjut, Dr. Anis menjelaskan, bahwa dikatakan bentukan hukum karena badan hukum memang merupakan
ciptaan atau fiksi hukum yang sengaja diciptakan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Dengan demikian penunjukkan suatu konstruksi sebagai badan hukum ditentukan oleh undang-undang yang mengaturnya. Sehingga sebagai konsekwensi yuridisnya, badan hukum memiliki pertanggungjawaban sendiri. Selain itu juga dapat melakukan perbuatan hukum, menuntut dan dituntut di muka pengadilan dan memiliki harta kekayaan sendiri, terpisah dari hak dan kewajiban para pengurus, anggota atau pendirinya.
Sebagai subyek hukum mandiri, status berbadan hukum menjadi suatu kepastian hukum bagi suatu badan usaha. Misalnya Undang-Undang mengatur, akta pendirian dan legalitas Perusahaan Terbatas disahkan oleh Kementrian Hukum dan HAM.
Mengapa Holding Company?
Konstruksi holding company bertujuan untuk memudahkan suatu perusahaan untuk mengatasi berbagai issue terkait operasional perusahaan di wilayah yurisdiksi berbeda. Pembentukan holding company merupakan bentuk ekspansi usaha dari suatu perusahaan untuk melebarkan sayap usaha.
Dalam kaitannya dengan tanggung jawab perusahaan induk terhadap pihak ketiga yang melakukan hubungan hukum dengan anak perusahaan, maka sebagai entitas hukum mandiri, masing-masing perseroan, baik itu perusahaan induk maupun anak perusahaan merupakan entitas mandiri yang berdiri sendiri. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga hanyalah menjadi tanggung jawab anak perusahaan sebagai pihak yang terikat hubungan hukum dengan pihak ketiga. Bukan merupakan tanggung jawab perusahaan induk atau holding company. Hal ini sesuai dengan sistem hukum di Indonesia yang berpedoman pada prinsip separated legal entity antara perusahaan induk sebagai pemegang saham, dengan anak perusahaan. sebagaimana di atur di dalam Pasal 3 Ayat 1 UU No.40 Tahun 2007.
Perusahan grup berkembang sebagai salah satu bentuk karena meningkatnya kegiatan bisnis. Tujuannya adalah untuk mengakomodisi target ekspansi bisnis, bahkan memperoleh posisi strategis di pasar dengan melakukan integrasi vertikal atau horizontasl. Termasuk d dalamnya ada juga diversifikasi usaha kerjasama dengan perusahaan lain atau mengalokasikan sebagai kegiatan usaha ke perusahaan lain.
Namun pengaturan secara khusus mengenai holding company belum ada di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kerangka pengaturan terhadap perseroan-perseroan yang tergabung di dalam perusahaan grup, masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal/ Ini artinya pengaturan mengenai perseroan yang tergabung dalam konstruksi perusahaan grup menjadi bagian dari hukum perseroan. Maka kedudukan holding company terhadap anak perusahaan, adalah sebagai pemegang saham. Kedudukan ini menurut prinsip limited liability, perusahaan induk bertanggung jawab sesuai prosentase sahamnya.(Red/SN)