Ruteng, Suaranusantara.co – Energi panas bumi atau Geotermal Poco Leok dicoret dari daftar Program Strategis Nasional (PSN) Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming.
Dilansir dari pemberitaan cnnindonesia.com, kabar dicoretnya Geotermal Poco Leok tersebut berdasarkan rilis terbaru PSN yang ditetapkan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2025-2029.
RPJMN tahun 2025-2029 tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 yang dikeluarkan pada Senin (10/2/2025).
Berdasarkan rilis dalam Perpres terbaru itu, nama proyek Geotermal Poco Leok tidak ada dalam listing PSN tersebut.
“Dari total 77 PSN , sebanyak 29 merupakan program baru sedangkan 48 lainnya merupakan program carry over dari pemerintahan Jokowi”, kutipan lampiran Perpres tersebut.
Dokumen tersebut menyatakan, PSN terbaru ini merupakan daftar indikatif yang telah mendapat evaluasi dan penilaian yang mengacu pada kesiapan proyek, ketersediaan pendanaan, serta berdasarkan persetujuan Presiden.
Untuk diketahui, proyek Geotermal di Poco Leok, kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai mendapat penolakan oleh masyarakat adat setempat.
Warga tercatat sudah 27 kali melakukan aksi demonstrasi penolakan proyek Geotermal tersebut. Proyek ambisius ini dinilai mengancam hak hidup dan hak ulayat masyarakat Poco Leok.
Terbaru, Warga bersama Serikat Pemuda NTT-Jakarta yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Poco Leok melakukan aksi demonstrasi pada, Senin (3/3/2025).
Dalam aksinya, aliansi tersebut meminta Bupati Manggarai Herybertus G. L. Nabit mencabut surat keputusan penetapan lokasi (SK Penlok).
Aliansi menyebut Pemerintah Manggarai telah secara sepihak mengeluarkan keputusan tanpa sosialisasi, koordinasi, dan meminta kesepakatan dan persetujuan dengan seluruh masyarakat adat.
“Tidak pernah sedetikpun kami menyatakan mendukung proyek ambisius dari pemerintah ini”, seru Koordinator aksi, Tino Jaret.
Sebelumnya, Tim Independen Bank Pembangunan Jerman, Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) yang mendanai proyek geotermal di Poco Leok menemukan proses yang dilakukan oleh pemerintah dan PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak sesuai standar lingkungan dan sosial internasional.
Karena itu, tim utusan bank tersebut merekomendasikan penghentian sementara proyek ini.
Tim itu menyampaikan temuan dan rekomendasinya dalam sebuah rapat dengan warga Poco Leok secara daring pada 14 November.
Mereka juga merekomendasikan pihak PLN dan Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai untuk memperbaiki proses mendapatkan persetujuan masyarakat.
“Penentangan yang terus berlangsung dan konsisten dari masyarakat adat menunjukkan tidak tercapainya persetujuan yang tulus, dan PLN gagal dalam mengatasi keluhan dan kekhawatiran masyarakat secara efektif,” ujar salah satu utusan KfW seperti dikutip pemberitaan Floresa.co
Sementara itu, Bupati Manggarai Hery Nabit tak bergeming dan tetap pada pendiriannya untuk melanjutkan proyek pembangunan Geotermal di Poco Leok.
“Kalau hari ini saya ditanya apakah akan cabut ? Tidak, saya tidak akan cabut”, jawabnya.
Bupati Nabit mengaku, SK Penlok geotermal atau panas bumi di wilayah Poco Leok ia terbitkan karena takut diberhentikan Presiden.
Bupati Nabit berdalih, semua kepala daerah yang menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) pada saat itu bisa diberhentikan.
“Tolong pahami juga posisi saya dalam 2-3 tahun yang lalu”, jelas Nabit.
Sikap arogan Bupati Nabit tersebut mendapat kritik tajam sejumlah kalangan, salah satunya dari Praktisi Hukum, Siprianus Edi Hardum.
Edi menyebut, sikap Bupati Nabit tersebut menunjukkan keegoisannya yang lebih mementingkan jabatan, dibandingkan kepentingan rakyat.
Edi beranggapan, penolakan dari masyarakat adat Poco Leok bisa dijadikan pertimbangan untuk mencabut SK tersebut.
“Saya menduga, Hery Nabit sudah mendapat untung dari proyek ambisius ini”, ucapnya.
Edi juga membantah alasan Bupati Nabit yang menerima Geotermal dengan dalih PSN.
Tidak transparan dalam tahapan yang dilakukan adalah indikasi kuat bahwa Hery Nabit telah melakukan pelanggaran terhadap asas-asas Pemerintahan.
Edi juga menilai seluruh tahapan dalam penentuan SK tersebut cacat prosedur karena tidak melibatkan masyarakat setempat.
“Ini patut diduga Hery Nabit melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Ada kongkalikong disana”, tutup Edi.
Penulis: Patris Agat