Oleh: Primus Dorimulu, Wartawan di Jakarta
Manggarai, Suaranusantara.co – Indonesia adalah negara hukum, rechstaat, bukan machstaat, negara kekuasaan. Negara hukum (rechtsstaat) adalah negara yang menjunjung tinggi rule of law atau supremasi hukum. Salah satu ciri negara yang menjunjung tinggi rule of law adalah kesetaraan. Setiap orang, siapa pun dia, pejabat atau jelata, penegak hukum atau masyarakat biasa, sama di depan hukum (equality before the law).
Dalam negara yang menjunjung tinggi rule of law, yang menjadi pilar penegakan hukum adalah kepolisian, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan, dan advokat. Mereka memiliki tugas dan wewenang yang berbeda.
Ulasan ini menyoroti aparat kepolisian, khususnya Polres Nagekeo di bawah pimpinan Kapolres AKBP Yudha Pranata.
Berdasarkan UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, dalam menjalankan profesinya sebagai penegak hukum, tugas dan kewenangan aparat kepolisian adalah:
- Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
- Menegakkan hukum, dan
- Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Semua tugas dan kewenangan ini dijalankan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sabagaimana amanat UUD Indonesia.
Namun pada praktiknya, Kapolres Nagekeo menggunakan kekuasaan secara berlebihan, yang menyebabkan timbulnya ketakutan di kalangan masyarakat yang justru harus dilayaninya. ASN pun merasa tidak tenang dalam menjalankan pelerjaa mereka. Demikian pula dengan para kontraktor larena adanya upaya hambatan dalam pelaksanaan pembangunan. Kondisi ini membuat kita miris. Wartawan lokal pun dibungkamkan dengan ancaman status “tersangka”.
Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana Kapolres Nagekeo membentuk KH Destroyer. Organisasi yang dipimpin langsung oleh Kapolres itu terdiri atas lima wartawan dari polisi lima media, sejumlah pengacara, dan sejumlah politisi. Yang masuk organisasi ini harus di-baiat dan kemudian diberikan cincin bergambar tengkorak.
Anggota KH Destroyer sangat militan dan brutal. Mereka ikut dalam WhatsApp Group dengan akun palsu dan meneror siapa saja yang mengritik Kapolres Nagekeo dan oknum polisi yang membuat masalah.
Pembentukan KH Destroyer, antara lain, untuk membentuk opini publik.
Ketika Kapolres dan oknum polisi membuat masalah di saat yang sama Polres membentuk opini seakan tidak ada masalah. Informasi di luar keterangan pers Polres Nagekeo dinilai tidak benar. Hal ini bisa terlihat pada kasus Pasar Danga, Bandara Surabaya II, dan penganiayaan anak muda Aeramo di Hari Minggu Paskah, 9 April 2023.
Melihat seorang polisi berjalan saja, rakyat sudah takut. Tidak perlu diancam, rakyat jelata sudah ketakutan. Bayangkan polisi yang diberikan kewenangan oleh negara sebagai aparat penegak hukum (APH) menyalahgunakan kewenangannya terhadap rakyat.
Dengan kewenangan yang begitu besar, Kapolres Nagekeo merasa belum cukup. Sejak sekitar enam bulan lalu, Kapolres Nagekeo menggunakan pengacara dari Jakarta. Menambah “serem” wajah Polres Nagekeo, pengacara yang overacting dan sangat tidak santun ini menebar ketakutan.
Sebetulnya, Kapolres Nagekeo tidak perlu menggunakan pengacara. Kewenangan dan senjata yang dimiliki sudah membuat rakyat takut. Ya, siapa yang berani melawan Kapolres yang dengan begitu mudahnya mentersangkakan seseorang?
Banyak polisi di Nagekeo yang bekerja bagus sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Kita mengapresiasi mereka. Kita tidak rela jika gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga.
Semua kita warga Indonesia wajib menjaga marwah Polri. Bantulah Polri agar setiap anggotanya bekerja sesuai tata kelola yang benar. Yang bagus dari Polri kita berikan apresiasi. Sedangkan untuk perilaku oknum Polri yang menyimpang, yang tidak sesuai tugas dan kewenangannya, wajib kita kritik.
Semuanya ini kita lakukan karena kecintaan kita terhadap polisi, terhadap Polri. Kecintaan terhadap Polri adalah salah satu wujud kecintaan kita terhadap bangsa dan negara.
Indonesia adalah negara hukum, negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum. Tapi, penegak hukum adalah manusia, yang punya darah dan daging, yang punya kekuatan dan kelemahan.
Saling mengingatkan adalah cara terbaik dan peran pers sebagai whatsdog, anjing penjaga, perlu diberikan ruang. Jangan membungkam pers dengan pedang hukum, dengan ancaman status tersangka.
Negara hukum hanya ada dalam negara demokrasi dan salah satu ciri penting negara demokrasi adalah pers yang bebas dan independen. Tidak diintervensi oleh siapa pun. Sehingga timbul pertanyaan, Mengapa Kapolres membentuk KH Destroyer? Apa urgensi dan signifikasinya?
Kemudian mengapa menggunakan nama KH, sebuah singkatan yang mengingatkan orang pada khilafah, dan menggunakan nama Destroyer yang artinya perusak? Siapa yang akan dirusaki? Mengapa lambang KH Destroyer menggunakan elemen tengkorak? Apakah organisasi ini bertujuan untuk menebar teror dan siapa yang melawan akan dijadikan tengkorak?
Mengancam Wartawan
Mengancam wartawan yang melakukan verifikasi berita dan berani mengungkapkan kebobrokan polisi.
Wartawan TribunNews Patrick Meo Djawa diancam di WA Group KH Destroyer.
Kapolres memerintahkan anak buahnya di KH Destroyer untuk “bikin Patrick stress”. Perintah ini disambut anggotanya dengan menyatakan, siap mematahkan rahang dan menjadikan Patrick sampah.
Patrick pernah mengungkapkan kasus penyelundupan BBM oleh anggota Polres Nagekeo, pengedar narkotika yang dilepas dan barang bukti yang hilang, kematian empat wanita hamil di kafe milik anggota Polres Nagekeo, pemerkosaan terhadap istri pemilik bengkel di Marapokot oleh anggota Polres Nagekeo, dan rekayasa kasus Pasar Danga.
Membantah Menganiaya Pemuda Aeramo
Pada hari Minggu Paskah, 9 April 2023, anak muda Aeramo —yang dituduh mabok— berkelahi dengan Kapolres dan sejumlah ajudannya. Polisi tidak mengenakan pakaian dinas, sehingga tidak langsung dikenal oleh para pemuda yang sedang berpesta merayakan Paskah.
- Kapolres dan anggotanya terlibat perkelahian dengan pemuda Aeramo. Seorang pemuda diikat dengan tali dan dipukuli. Para pemuda itu kemudian dibawa ke kantor polisi dan disel selama lima hari.
- Dalam jumpa pers saat para pemuda itu hendak dibebaskan, Kapolres dengan entengnya menyatakan “tidak ada pemukulan dan penganiayaan” terhadap para pemuda Aeramo
- Penyangkalan ini sangat keterlaluan karena bertentangan dengan fakta. Sementara video penganiayaan sudah beredar luas.
- Kasus ini mestinya ditangani Polda karena Kapolres Nagekeo adalah para pihak yang terlibat perkelahian
Menghalangi Wartawan
Menghalangi wartawan menjalankan tugas dan mengadu domba sipil vs sipil.
Pada aksi demo damai GMNI, Polres Nagekeo mengerahkan KH Destoyer dan warga sipil di Aeramo untuk melawan para mahasiswa GMNI yang berdemo. Para pendemo menyerukan “Pindahkan Kapolres” dan “Selesaikan Segera Kasus Pasar Danga”.
Dua anggota KH Destroyer yang bekerja sebagai wartawan melarang pendemo melakukan aksi. Yang satu memaki-maki wartawan yang meliput dan yang lain mencekik sang wartawan.