Tim Penulis: Akhmad Safik, Arbain, Anna Saraswati | FH Universitas Al-Azhar Indonesia
Jakarta, Suaranusantara.co – Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) namun penerapan regulasi ini masih menghadapi tantangan, karena pemahaman masyarakat secara umum masih terbatas sehingga tidak memahami pentingnya data pribadi, serta hak dan kewajiban terkait data pribadi.
Banyak yang tidak sadar bahwa terabaikannya hal ini dapat menyebabkan timbulnya kerugian, sementara data pribadi termasuk hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi.
Berbagai kasus kebocoran yang terjadi, dimana data nasabah dijual dengan harga tinggi, telah mengakibatkan kerugian finansial bagi nasabah, merusak reputasi bank, dan menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan. Kasus kebocoran data maupun peretasan data menunjukkan bahwa data pribadi rentan terhadap penyalahgunaan, sekaligus menandai urgensi kehadiran regulasi pelindungan data pribadi.
Mitigasi lembaga keuangan terhadap potensi kebocoran data melibatkan peningkatan sistem keamanan, audit internal, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran data. Namun langkah-langkah ini sering dianggap tidak cukup untuk sepenuhnya mengatasi masalah yang ada.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 (UU PDP) dan POJK Nomor 6/POJK.07/2022 adalah upaya yang dilakukan guna memastikan bahwa pengelolaan data pribadi nasabah perbankan di Indonesia sesuai dengan standar internasional, dan selaras dengan prinsip-prinsip pelindungan data pribadi yang diakui secara global, sebagaimana diberlakukannya General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa.
UU PDP sejatinya memberikan kepastian hukum yang bertujuan untuk melindungi hak dan kepentingan individu dalam pengelolaan data pribadi oleh pihak-pihak lain, termasuk lembaga perbankan.
Upaya yang dilakukan ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk mengikuti praktik terbaik internasional dalam perlindungan data pribadi, serta memberikan perlindungan yang lebih baik dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sektor perbankan. Dengan mengikuti standar internasional, Indonesia tidak hanya melindungi hak-hak nasabah secara lebih efektif, tetapi juga memastikan bahwa lembaga perbankan di Indonesia dapat beroperasi secara kompetitif di pasar global.
UU PDP mewajibkan lembaga perbankan untuk menjaga keamanan data dan mematuhi ketentuan dengan sanksi tegas terhadap pelanggaran, sedangkan OJK berperan penting dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum untuk menjaga keamanan dan kepercayaan nasabah dalam sektor perbankan.
Penyelesaian masalah kebocoran dan penyalahgunaan data nasabah setelah diberlakukannya POJK Nomor 6/POJK.07/2022, menetapkan kewajiban lembaga keuangan untuk melindungi data nasabah dan bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat pelanggaran. Penyelesaian sengketa harus dimulai dengan penilaian kerugian dan dapat dilakukan melalui lembaga alternatif atau pengadilan. Proses ini mencakup mediasi, arbitrase, atau jalur litigasi jika penyelesaian awal tidak berhasil.
Prinsip keadilan hukum, termasuk transparansi dan perlindungan hak asasi manusia, harus diutamakan untuk memastikan penyelesaian yang adil dan berkeadilan. Dengan mematuhi regulasi dan prinsip-prinsip ini, diharapkan dampak negatif pada nasabah dapat diminimalkan dan kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan dapat terjaga.