Jakarta, suaranusantara.co – Berziarah ke dalam diri merupakan renungan. Kadang-kadang, waktu luang menjadi musuh yang menakutkan dan membuat frustrasi. Dan, pengalaman frustrasi biasanya disebabkan oleh kebingungan mencari aktivitas untuk mengisi waktu luang. Orang-orang yang memiliki bakat di bidang musik patut bersyukur karena tidak perlu bingung mengisi waktu luang.
Mereka bisa bermain musik atau menciptakan lagu. Yang suka membaca dan menulis pun sama. Mereka bisa mengisi waktu luang dengan membaca dan menulis. Sementara yang tidak punya bakat bermusik, membaca atau menulis, waktu luang bisa diisi dengan berolah raga.
Namun rutinitas yang sama dan dilakukan secara terus-menerus juga akan membuat orang bosan dan jenuh. Pengalaman seperti ini dialami oleh siapa pun. Orang yang setiap saat tampak ceria sekali pun, pasti pernah berhadapan dengan pengalaman kesepian dan kejenuhan.
Karena itu, kita perlu kreatif untuk mengatasi pengalaman semacam ini. Caranya macam-macam. Bisa dengan membaca, menulis, berolah raga, menonton film, atau dengan kegiatan-kegiatan lainnya.
Meski demikian, pada fase tertentu, hidup manusia membutuhkan waktu luang. Kita perlu menarik diri dari keramaian dan mengambil jarak terhadap berbagai kesibukan.
Pada saat seperti itu, kita bergumul dan berdialog dengan diri sendiri. Saya kira, waktu luang menjadi kesempatan yang baik untuk refleksi dan mengevaluasi diri.
Sokrates
Filsuf Sokrates pernah mengatakan, “kenalilah dirimu”. Pernyataan ini bukan sebatas anjuran untuk mengenal identitas parsial, seperti tentang asal, warna kulit, tinggi badan, nomor whatsapp, akun instagram, nomor KTP, dan seterusnya. Lebih dari itu, Sokrates mengajak kita untuk merenung. Ya merenung tentang sesuatu yang terjadi dalam hidup kita.Berziarah, masuk ke dalam diri sendiri.
Rasionalitas manusia dianugerahkan Tuhan untuk merenung. Kapasitas istimewa ini perlu digunakan dengan baik. Anjing tidak mungkin mampu merenung, karena tidak memiliki fakultas rasional.
Dengan rasionalitas, kita mampu merenung setiap peristiwa sedih dan bahagia yang pernah terjadi dalam hidup. Rasionalitas juga memungkinkan manusia menyusun rencana untuk ideal masa depannya.
Tuhan memberikan kita kemampuan istimewa untuk membedakan ‘mana yang baik’ dan ‘mana yang buruk’. Rasionalitas menyadarkan manusia bahwa tidak semua yang bisa di lakukan, boleh di lakukan.
Aktivitas merenung dengan demikian adalah usaha melihat diri secara jujur. Kita perlu mengenal dan menerima diri apa adanya. Apa pun keadaannya, kita harus mencintai diri kita. Jadi, merenung adalah saat kita realistis dengan diri sendiri.
Aktivitas merenung sering kali menyadarkan kita bahwa tidak semua hal yang kita harapkan, pasti terjadi dalam hidup. Setelah kita benar-benar realistis dengan diri sendiri, saya yakin, kita tidak akan pernah berharap tentang sesuatu yang memang mustahil terjadi dalam hidup kita.
Kalau kita belum benar-benar mengenal diri, kita sulit menjadi pribadi yang realistis. Kita kemudian mudah patah semangat ketika apa yang kita lakukan tidak di apresiasi.
Penderitaan
Filsafat Cina mengajarkan, penderitaan muncul saat kita menginginkan sesuatu yang mustahil kita miliki. Tidak jujur dengan diri sendiri membuat kita berharap terlalu muluk.
Banyak orang yang punya ekspektasi tinggi tanpa di imbangi dengan potensi yang mereka miliki. Bagi saya, berjuang pun harus rasional. Ketika kita berjuang tentang hal-hal yang memang mustahil di capai, saya kira itu tidak rasional lagi.
Realistis dengan kelebihan serta kelemahan diri sebenarnya menjadi fondasi dalam berjuang. Jangan sampai, kita membuang banyak waktu demi berjuang untuk sesuatu yang ujung-ujungnya gagal. Sekali lagi, saya tidak menganjurkan untuk tidak berjuang. Saya selalu terinspirasi oleh setiap orang yang berulang kali gagal dan kemudian berhasil. Mereka berjuang.
Tetapi, saya melihat bahwa perjuangan mereka selalu dim ulai dengan pengenalan diri yang mendalam ntuk berziarah. Kita boleh saja berjuang, tetapi pertama-tama perlu realistis dengan diri sendiri. Itu pentingnya aktivitas merenung. Selain menjadi pribadi yang reflektif, merenung juga membuat kita lebih realistis dan rasional. (Venan Jalang/SN)