Kupang, Suaranusantara.co – Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Abraham Liyanto mengemukakan NTT sebagai rumah Pancasila. Alasannya, tempat kelahiran pertama Pancasila ada di NTT yaitu di kota Ende.
“Kita bangga karena rumah Pancasila yang pertama adalah ada di NTT. Pancasila lahir di tanah kita yaitu di kota Ende,” kata Abraham dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar di Kupang, NTT, Sabtu, 26 Agustus 2023.
Ia menjelaskan pertama kali Presiden Soekarno mendapat ide tentang Pancasila saat diasingkan di Ende oleh penjajah Belanda tahun 1934-1938. Soekarno kagum akan kehidupan harmonis masyarakat yang ada di Ende. Padahal berasal dari berbagai suku, agama dan ras.
“Butir-butir Pancasila yang kemudian menjadi rumusan dasar negara ini lahir di bawah pohon Sukun, tempat pengasingan Soekarno di Ende. Ini cerita Bung Karno sendiri dalam bukunya Bung Karno dan Pancasila, Ilham dari Flores untuk Nusantara,” ungkap Abraham.
Anggota Komite I DPD RI ini meminta masyarakat NTT menjaga dan merawat Pancasila dengan baik sampai kapan pun. Masyarakat NTT harus menjadi garda terdepan menjaga eksistensi Pancasila karena tempat kelahiran pertama kali ada di NTT.
“Saya tidak tahu jika Bung Karno tidak dibuang ke Ende, mungkin tidak ada Pancasila,” tutur senator yang sudah tiga periode ini.
Pemilik Universitas Citra Bangsa (UCB) Kupang ini mengingatkan, semangat menjaga dan memelihara Pancasila sangat penting di era sekarang karena banyak sekali tantangan yang muncul. Alasannya, masih ada kelompok yang ingin menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi lain.
Misalnya, ada gerakan khilafah yang masih kuat pengaruhnya sekalipun organisasinya telah dibubarkan pemerintah. Ideologi ini dicurigai siap menggantikan Pancasila. Kemudian ada gerakan-gerakan terorisme dan radikalisme yang juga punya niat mengganti ideologi Pancasila.
“Pengaruh-pengaruh ideologi itu patut diawasi. Sebagai daerah yang pertama kali lahir ide Pancasila maka kita harus siap menjaganya,” tegas Abraham.
Pada kesempatan itu, Abraham mengusulkan agar kegiatan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) seperti yang terjadi pada masa Orde Baru (Orba) perlu dihidupkan. Kegiatan tersebut sangat bermanfaat untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila.
Namun perlu diperbaharui cara dan metode pengajarannya. Hal itu agar tidak bersifat doktrinasi seperti pada zaman Orba. Model seperti itu membosankan masyarakat. Apalagi jika doktrinnya ditambah motif politik penguasa.
“Banyak generasi muda sekarang yang lupa akan nilai-nilai Pancasila. Kegiatan penataran P4 seperti di zaman Orde Baru mungkin perlu dihidupkan lagi,” tutur Ketua Dewan Pembina Kadin Provinsi NTT ini.
Menurutnya, dampak penghapusan P4 sangat terasa saat ini. Banyak masyarakat yang lupa akan nilai-nilai Pancasila. Bahkan menghafal lima sila Pancasila saja tidak bisa. Berbeda pada zaman Orde Baru yang mewajibkan setiap siswa atau mahasiswa mengikuti P4 saat menjadi siswa baru.
“P4 itu efektif untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila. Berbeda dengan sekarang. Anak muda sekarang lebih gandrung dengan ideologi dari luar seperti khilafah, radikalisme, terorisme, dan lainnya,” tutup Abraham.