Sulsel, Suaranusantara.co – Masyarakat Toraja memiliki cara yang istimewa dan unik dalam menunjukkan penghormatan terakhir untuk orang-orang tercintanya, seperti suku Toraja di utara Makale, Sulawesi Selatan. Mereka percaya bila makam terletak di tempat yang tinggi atau lebih tinggi, berarti semakin dekat dengan Tuhan. Sehingga mereka membangun makam di atas tebing batu yang dikenal dengan nama Makam Batu Lemo
Pada lubang batu tersebut terdapat pintu kayu atau bambu sebagai penutup. Tapi, ada juga yang tidak tertutup, sehingga peti, tengkorak, bahkan tulang-belulang bisa terlihat jelas. Pada tempat pemakaman, terlihat photo pada pintu bagian luar, karangan bunga, sesajen, serta berbagai barang. Ada pula patung-patung (tao-tao) sebagai representasi anggota keluarga mereka yang di semayamkan.
Untuk pembuatan tao-tao, pihak keluarga harus melaksanakan upacara Rambu Solo dengan mengorbankan minimal 24 ekor kerbau dan kelengkapan lainnya. Sehingga upacara ini membutuhkan biaya yang sangat besar.
Sehingga, dengan demikian, tidak semua keluarga Toraja bisa membuatkan tao-tao. Atau menunggu dalam jangka waktu lama, karena mereka mesti menabung dulu. Hanya kalangan bangsawan saja yang pada umumnya berhak dibuatkan tao-tao, dan itu pun setelah memenuhi persyaratan adat.
Situs Purba
Batu Lemo sudah ada sejak abad ke-16, dan awalnya menjadi makam kepala-kepala suku Toraja. Kata Lemo sendiri dalam bahasa daerah Toraja memiiki makna jeruk. Kata ini mendefinisikan bentuk makam yang menyerupai buah jeruk yang bentuk bulat.
Yang menarik, tempat wisata yang menyajikan ritual kematian yang berbalut seni, dengan adanya patung kayu yaitu tao-tao. Pahatan patung sengaja di buat secara detail. Posisi tangan kanan pating menghadap keatas dan tangan kiri menghadap kebawah. Posisi tangan tersebut pun mempunyai arti tersendiri yaitu perbedaan antara yang manusia yang masih hidup dan sudah wafat.