Jakarta, Suaranusantara.co – Karena kelangkaan dan keunikannya, rumah adat Mbaru Niang mendapatkan pengharhargaan UNESCO Asia-Pacific Awards for Cultural Heritage Conservation.
ini merupakan penghargaan tertinggi di bidang konservasi warisan budaya, yang di berikan pada tahun 2012.
Hebatnya, Desa Wae Rebo berhasil menyingkirkan pesaing dari seluruh pelosok dunia meski tak kalah uniknya. Selain itu, rumah adat Mbaru Niang juga menjadi salah satu kandidat peraih Aga Khan untuk kategori arsitektur di tahun 2013.
Desa Wae Rebo terletak di Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT. Desa ini berbatasan langsung dengan Taman Nasional Komodo. Lokasinya berada di ketinggian 1.117 mdpl, dan merupakan desa yang terpencil. Namun memiliki pemandangan alam yang indah dan udara yang sejuk. Pegunungan dan panorama hutan tropis yang lebat mengelilingi desa ini.
Desa Wae Rebo telah menjadi salah satu ikon dunia yang menarik bagi wisatawan yang berburu destinasi eko-pariwisata. Desa ini dapat di tempuh sekitar 4 jam dengan medan yang berkelok-kelok, dari jalur yang melewati Ruteng dan trekking dari Desa Sebu Denge menuju Sungai Ras Wae.
Rumah sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan
Rumah Mbaru Niang bukan asal di bangun, tetapi merupakan rumah adat yang memiliki nilai filosofi yang tinggi. Tumpukan batu tua yang mengelilingi bagian tengah pemukiman rumah Mbaru Niang, yang di sebut compang, di percaya oleh masyarakat sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan dan dapat menjaga kestabilan dan keutuhan rumah mereka.
Filosofi lainnya, yang terkait dengan pola hidup, adalah ruangan rumah yang di bagi menjadi 5 layer dengan ukuran tinggi rata-rata sekitar 15 meter, dan hanya di topang menggunakan satu tiang dari material kayu warok. Tiang ini di ikatkan dengan kerangka rumah dan membentuk pola lingkarang berpusat. Pola ikatan ini di ambil dari compang, yakni tumpukan batu tua yang mengelilingi bagian tengah pemukiman Rumah Mbaru Niang.
Bagian pertama, yaitu lantai pertama rumah adat ini adalah Lutur, yaitu ruangan yang biasanya untuk tempat tinggal masyarakat Desa Wae Rebo, yang berisi kamar tidur untuk seluruh anggota keluarga.
Lantai kedua adalah Lobo, yaitu tempat untuk menyimpan bahan makanan. Sedangkan lantai ke tiga disebut Lentar, yaitu tempat untuk menyimpan benih tanaman oleh penghuninya. Sementara lantai ke empat adalah tempat untuk menyimpan cadangan makanan untuk persiapan menghdapi masa sulit.
Yang tertinggi, lantai ke lima, atau Hekang Kode, sebagai tempat suci oleh masyarakat Desa Wae Rebo, karena di sinilah mereka menyimpan sesajian untuk bagi para leluhur.