Depok, Suaranusantara.co – Ferdy Sambo dituntut seumur hidup oleh JPU di PN Jakarta Selatan. Tuntutan ini tidak sesuai dengan harapan publik yang meyakini bahwa FS pantas menerima hukuman matiI. Apakah tuntutan ini sudah memenuhi rasa keadilan bagi korban? Dalam wawancara lewat zoom, media CNN Indonesia membahas tentang issue yang sedang trending bersama Prof. Agus Surono.
Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Pancasila ini, kasus pembunuhan Brigdir J telah mendapatkan sorotan yang luar biasa dari masyarakat. Kasus ini bukan hanya melibatkan Ferdy Sambo tapi juga orang-orang terdekatnya dan instansi Kepolisian RI. Sehingga sangat berisiko apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan obyektivitas dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. Atensi publik yang besar ini kan berpengaruh juga terhadap independensi majelis hakim yang menangani kasus ini.
Tuntutan Hukuman Seumur Hidup
Dapat dipahami bahwa keluarga korban tentu merasa tidak puas dan menganggap tututan JPU terhadap FS tidak adil. Namun dalam sidang terbuka ini, fakta-fakta di persidangan yang menjadi dasar pertimbangan. Sementara dalam banyak kasus lainnya, hukuman pidana mati Pasal 340 KUHP memang sangat jarang dalam praktiknya.
Tuntutan hukuman seumur hidup ini masih harus melewati tahap nota pembelaan sebelum hakim menjatuhkan putusan. CNN Indonesia menanyakan apakah ada potensi disparitas antara tuntutan dan vonis yang terlalu jauh, ahli hukum piana ini mengatakan bahwa hakim yang menangani kasus Ferdy Sambo akan bersikap obyektif. Karena hakim akan menentukan pertimbangan dari dua sisi, baik dari JPU maupun Kuasa Hukum terdakwa sehingga menjadi satu kesatuan.
Prof. Agus Surono menyatakan bahwa dalam tuntutan hukuman pidana seumur hidup sudah semestinya terpidana menjalankan hukuman sampai terpidana meninggal dunia. Namun dalam pelaksaan, biasanya ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan untuk mendapatkan pengurangan hukuman bagi terpidana. Seperti halnya, jika terpidana berperilaku baik sehingga dapat mengajukan remisi.(Red/SN)