Sumar, Suaranusantara.co – Tari Payung asal daerah Minangkabau, Sumatera Barat, ini adalah tarian yang menggunakan payung sebagai kelengkapannya.
Para penari tampil secara berpasangan antara pria dan perempuan yang menggambarkan tentang pergaulan muda-mudi. Dan sebagaimana budaya nusantara lainnya, seni tari bukan sekedar gerakan indah lemah gemulai, namun memiliki makna dan filososfi mendalam.
Tarian ini melambangkan perlindungan dan kasih sayang seorang kekasih kepada pasangannya atau suami kepada istri, atau sebaliknya, dalam membina kehidupan rumah tangga agar selalu bahagia dan sentosa.
Bentuk perlindungan disimbolkan melalui makna tarian, dengan menggunakan properti payung untuk pria dan selendang untuk perempuan.
Payung merupakan lambang perlindungan pria sebagai pilar utama dalam keluarga. Penari pria akan melindungi kepala penari wanita. Sedangkan selendang khas Minang merupakan lambang ikatan cinta suci yang kuat dan penuh akan kesetiaan dari seorang perempuan, dan kesiapannya dalam membangun rumah tangga.
Lagu yang mengiringi tarian ini berjudul Babendi-bendi ke Sungai Tanang. Lagu ini mengisahkan tentang sepasang suami-istri yang sedang berbulan madu di Sungai Tanang.
Sejarah Tari Payung
Seni tari ini berkaitan dengan pntas drama yang pada masa penjajahan Belanda, yaitu Toonel. Seni drama Randai dan Toonel merupakan kesenian yang lahir dari pengaruh sekelompok seniman dari Semenanjung Malaya yang mempertunjukan seni komedi bangsawan Melayu di Sumatera Barat.
Tari Payung sebagai selingan biasanya melengkapi pertunjukan Toonel. Melalui perkembangan jenis drama ini, masyarakat Bukittinggi menyambut Tari Payung seiring dengan perkembangan Tari Minangkabau gaya Melayu.
Muhammad Rasjid Manggis (1904-1984) adalah seorang penata Tari Payung yang untuk pertama kalinya menampilkan dalam bentuk tari teater pada awal 1920-an.
Kemudian Sitti Agam, yang satu angkatan dengan Rasjid Manggis di Normal School Bukittinggi, melanjutkan penataan tari ini dengan membawakan tema pergaulan muda-mudi secara naratif bercerita sepasang muda-mudi bertamasya ke Sungai Tanang.
Seiring berjalannya waktu, banyak tokoh-tokoh yang berperan dalam penggubahan Tari Payung. Mereka melakukan berbagai inovasi dari mulai mengangkat tema yang berasal dari kabar ataupun cerita rakyat.
Tari tradisional Sumatera Barat yang terkenal hingga sekarang ini adalah hasil gubahan dari Sjofiani Yusaf. Namun demikian, dari setiap gubahan yang dikerjakan oleh banyak tokoh, mereka tetap mempertahankan Tari Payung yang bertemakan percintaan yang disertai iringan lagu Babendi-bendi.