Dia menyebut sejak Covid 19 masuk Indonesia pada Maret 2020, terjadi penurunan aktivitas ekonomi secara nasional, termasuk yang di alami Sreeya. Hal itu akibat penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang di keluarkan pemerintah.
Daya Beli
Kebijakan itu menyebabkan kelebihan pasokan ayam yang di alami Sreeya pada tahun 2020 karena daya beli masyarakat menurun. Kelebihan pasokan ayam menyebabkan pelemahan harga ayam broiler dan ayam umur sehari atau Day Old Chick (DOC).
Di sisi lain, ada berbagai risiko usaha yang perlu diatasi Sreeya sepanjang 2020. Diantaranya fluktuasi harga bahan baku SBM (Soya bean Meal) atau bungkil kacang kedelai yang tinggi. Kemudian pelemahan harga DOC dan live bird serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Risiko lainnya adalah instruksi program pemusnahan (culling program) melalui Kementerian Pertanian yang bertujuan menstabilkan harga ayam. Hal itu mengakibatkan kenaikan biaya bahan baku dan berimbas pada kenaikan beban biaya produksi perusahaan.
“Perseroan berhasil membuat transformasi bisnis dalam situasi sulit tersebut. Itu dilakukan melalui penerapan Halal Blockchain di Rumah Potong Ayam berupa transformasi digital atas transparansi data dan ketelusuran halal. Kemudian meluncurkan inovasi pakan ternak dengan ekstrak alami buah nanas (Bromelain) yang mampu meningkatkan berat badan ayam dan menurunkan tingkat kematian,” jelas Tommy.