Menurutnya, ada banyak manfaat dengan membangun kerjasama dan membangun jejaring. Misalnya, ada proses transfer pengetahuan (transfer of knowledge), penempaan skill dan karakter. Kemudian menemukan jalan mengikuti proses kuliah secara nyaman karena sudah terjadi relasi personal dan afektif dengan lembaga pendidikan tinggi yang menjadi mitranya saat berjejaring.
“Jika sekolah-sekolah dasar dan menengah Kristen membangun network kerja sama dengan universitas-universitas Kristen yang ada di NTT, maka ketimpangan rasio guru dan siswa juga bisa diatasi,” tutur Abraham yang saat ini juga sedang menjabat Ketua Satuan Tugas Percepatan Investasi untuk wilayah NTT, Bali dan NTB.
Dia juga mendesak pemerintah pusat agar memuat aturan yang menetapkan guru swasta yang lulus tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) tahun 2022 bisa dipekerjakan kembali ke sekolah swasta atau sekolah asalnya. Alasannya, sekolah-sekolah swasta akan semakin kekurangan guru jika mereka yang lulus tes P3K ditarik ke sekolah negeri atau tidak kembali ke sekolah asal.
“Ini keluhan-keluhan dari sekolah Kristen yang sudah saya kunjungi. Saya pikir bukan hanya sekolah Kristen tapi semua sekolah swasta pasti mengeluh hal yang sama. Mereka berharap yang lulus tes P3K bisa kembali mengajar di sekolah asal,” ungkap mantan Ketua Kadin Provinsi NTT ini.
Anggota Komite I DPD RI ini mengapresiasi program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM) dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Salah satu kegiatan dari MBKM adalah Kampus Mengajar, di mana mahasiswa selama tiga semester melakukan kegiatan belajar di luar kampus. Sekolah-sekolah yang kekurangan guru, bisa memanfaatkan tenaga mahasiswa tersebut untuk mengajar.
“Itu satu program yang bagus. Tetapi perlu kebijakan lain juga seperti guru lulus P3K tidak ditarik ke sekolah negeri tetapi kembali saja ke sekolah asalnya,” tutup Abraham Liyanto.