Labuan Bajo, suaranusantara.co – Polemik soal beras Lembor terasa pahit dan berwarna coklat seperti diungkapkan Yovita Widiyanti saat rapat Pansus ditanggapi berbeda oleh Anggota DPRD kabupaten Manggarai Barat Alfridus Ndarung, S. Fil usai pembahasan Ranperda pengembangan produk lokal, bertempat di ruang sidang internal DPRD Kabuapten Manggarai Barat Jumat, (21/3/2025)
Saat wawancara Jurnalis media ini, Frid, sapaan akrab anggota DPRD Partai NasDem itu mengatakan bahwa pernyataan Yopi soal generalisasi beras Lembor adalah persoalan pribadinya.
Anggota DPRD yang menyebut dirinya petani itu, Frid teta mengakui bahwa Lembor itu sudah dikenal sebagai lumbung padi untuk NTT.
Menurutnya, Lembor mendapat predikat sebagai daerah lumbung padi NTT karena Struktur tanah, iklim dan sistem irigasi di Lembor mempengaruhi kualitas beras Lembor yang baik.
Namun, terlepas dari itu semua, buruknya kualitas beras Lembor ketika para petani salah membaca kalender musim.
“Jadi yang disampaikan oleh Ibu Yopi terkait musim tanam, dari Oktober sampai Januari yang intensitas hujannya tinggi. Waktu itu, padi sebagian besar wilayah Lembor, terutama desa Siru dan Tangge banyak yang tumbang. Artinya, ketika padi yang mau berisi merayap semua, sehingga terkena air. Dan dipanen pun dalam kondisi padi yang tidak bagus,” jelas Frid.
Kata Frid, kasus yang ditemukan oleh Yopi adalah situasional saja dan hanya di locus tertentu saja
“Sehingga ketika ibu Yopi menemukan kasus bahwa berasnya itu patah, pahit kalau dimasak, itu situasional. Tetapi bukan berarti generalisasi semua beras Lembor,” katanya.
Menurutnya, pemerintah tidak akan menjadikan Lembor sebagai lumbung padi ketika kualitas berasnya buruk.
“Soal pernyataan Yopi soal generalisasi, itu persoalan dia. Tetapi saya petani soalnya. Tau saya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Frid mengatakan sebagai catatan kritis, pernyataan Yopi ada manfaatnya untuk pemerintah.
“Konteks pernyataan Yopi sebagai anggota Pansus LKPJ terhadap dinas pertanian itu sebagai catatan dan masukan bagi dinas pertanian sebagai dinas teknis terhadap kualitas produk pangan di kabupaten Manggarai Barat,” lanjutnya.
Pihaknya (Frid) juga mengungkapkan bahwa para petani belum mampu menciptakan kualitas beras premium. Kata dia, hal itu karena minimnya teknologi untuk menciptakan beras premium.
“Ini juga menjadi catatan bagi pemerintah untuk bagaimana mengembangkan dan pendamping beras premium yang terserap ke hotel dan restoran,” pungkasnya.