Jakarta, Suaranusantara.co – Hari itu, menjelang Pearl Harbour di serang oleh pasukan Kamikaze Jepang, kapal USS Houston (CA-30) – bekas kapal pesiar favorit Presiden AS Franklin Delano Roosevelt – dalam perjalanan dari Pulau Pinay, Filipina menuju Darwin, Australia.
Saat tiba di sekitar perairan Flores, kapal yang tergabung dalam armada laut Sekutu: American-British-Dutch-Australian-Command (ABDACOM) dicegat dan terlibat pertempuran sengit dengan Jepang.
Pesawat-pesawat tempur Jepang memborbardir hingga menara kapal hancur dan 48 orang terbunuh. Saat itu, para awak kapal sempat tak percaya bahwa kapal yang dinakhodai Kapten Albert Harold Rooks ini bisa bertahan. Namun, kapal kembali kokoh berlayar.
Mereka akhirnya menjuluki kapal tersebut sebagai Galloping Ghost of the Java Coast. Artinya, hantu gentayangan di perairan Jawa. Jepang pun merasakan hal yang sama. Mereka berkali-kali membuat propaganda bahwa kapal ini sudah tenggelam.
Keadaan Terancam
Setelah pertempuran, dalam keadaan terancam, kapal ini terus berlayar di bagian selatan Hindia Belanda. Akhir Februari, USS Houston berlabuh di Batavia. Kapal ini berencana menuju Cilacap, sebuah pelabuhan pelarian di selatan Pulau Jawa.
Namun naas pada malam 28 Februari 1942, bersama kapal Australia HMAS Perth, USS Houston melaporkan tanda bahaya dari armada Jepang, beberapa jam setelah bertolak dari Tanjung Priok.
Di Teluk Banten, perang sengit pun tak terhindari. Pertempuran berlangsung sekitar empat hari. Tercatat, kapal perusak Jepang Fabuki adalah kapal pertama yang menjangkau USS Houston dan HMAS Perth. Dua kapal penjelajah itu berusaha keras menghindari sembilan torpedo yang dimuntahkan Fabuki.
“Kapal kami lanjut bertempur sampai pukul 12.15 tengah malam 1 Maret (1942). Kami juga terkena empat torpedo dan tembakan senjata sebelum (kapal) tenggelam,” tulis prajurit Jack Feliz dalam buku The Saga of Sailor Jack.
Tenggelam
Akibat dari serangan tersebut, USS Houston akhirnya tenggelam dan lenyap bersama 693 awaknya yang tewas. Sementara HMAS Perth kehilangan 375 awak. Kapten Rooks termasuk yang terbunuh dalam pertempuran itu. Para awak kapal yang tersisa mau tidak mau harus berenang untuk menyelamatkan diri.
Dalam kisah tenggelamnya USS Houston, George S. Rentz, seorang pendeta, menunjukkan heroismenya. Ia ikut membawa orang-orang yang selamat sambil menyanyikan lagu dan doa.
“Rentz diam-diam meletakkan jaket pelampung di dekat pelaut yang terluka, dan menghilang di bawah ombak,” tulis Absolute Victory: America’s Greatest Generation and Their World War II Triumph yang diterbitkan majalah Time.
Heroisme Renzt belakangan membuatnya di ganjar Navy Cross secara anumerta. Sedangkan Rooks di anugerahi Medal of Honour.
Sementara para awak kapal yang selamat dan mencapai Jawa menjadi saksi runtuhnya Hindia Belanda, bahkan harus menerima nasib buruk sebagai tawanan Jepang. Zaman pendudukan Jepang adalah masa-masa sengsara bagi orang-orang Barat non-Jerman di Asia.