Suaranusantara.co – Israel mengatakan serangan Iran terhadap Israel hanya menyebabkan “kerusakan kecil” pada pangkalan militer.
Sebelumnya media pemerintah Iran melaporkan terjadinya “pukulan keras” ke pangkalan tersebut akibat serangan rudal-rudal Teheran.
“Hanya beberapa rudal yang jatuh di wilayah negara Israel dengan sedikit kerusakan pada pangkalan militer di selatan, dan hanya sedikit kerusakan pada infrastruktur,” kata juru biacara Laksamana Muda Hagari dalam sebuah pernyataan pada Minggu (14/4).
Kantor berita resmi Iran, IRNA, sebelumnya melaporkan bahwa “pangkalan udara Israel yang paling penting di Negev berhasil menjadi sasaran Rudal Kheibar.”
“Gambar dan data menunjukkan bahwa pangkalan tersebut mengalami pukulan hebat,” katanya seperti dilansir media VOA.
IRNA memberitakan pangkalan udara di Negev digunakan Israel “untuk menyerang Konsulat Iran di Damaskus” pada 1 April. Serangan udara yang menurut Iran mematikan itu dibalas dengan serangan pesawat tak berawak dan rudal pada Minggu (14/4) pagi.
Televisi pemerintah Iran mengatakan setengah dari rudal yang diluncurkan Iran terhadap Israel “berhasil mencapai sasarannya.”
Militer Israel mengatakan sebagian besar rudal Iran berhasil dicegat, tetapi menambahkan bahwa serangan masih berlangsung.
Picu Ketidakstabilan Ekonomi Global
Ketegangan akibat perang antara Iran dan Israel yang telah memancing keterlibatan AS ini dikhawatirkan berdampak pada perekonomian global.
Sebelumnya, pecahnya perang Israel-Hamas di Gaza telah berdampak signifikan bagi kondisi perekonomian global.
“Ketegangan geopolitik global seringkali memainkan peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi,” tulis Daniele Bianchi, Senior Lecturer School of Economics and Finance pada Queen Mary University of London pada Oktober 2023, dikutip dari idxchannel.
Bianchi menambahkan, penelitian menunjukkan kekhawatiran terhadap isu-isu, termasuk perang Israel-Palestina dapat menyebabkan masyarakat dan dunia usaha menjadi lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang dan berinvestasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan resesi ekonomi.
Meningkatnya eskalasi konflik Israel-Palestina baru-baru ini menyebabkan investor di seluruh dunia khawatir akan dampak perang ini – terutama mengingat gambaran pertumbuhan ekonomi global yang sudah suram.
“Serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober di Israel selatan adalah babak terbaru dari siklus kekerasan yang telah berlangsung di wilayah ini selama beberapa dekade dan, sayangnya, tampaknya belum akan berakhir. Meskipun alasan di balik peristiwa-peristiwa ini rumit, potensi dampak ekonomi jangka pendek dan jangka panjang dari konflik ini lebih mudah untuk dipahami,” imbuh Bianchi.
Bianchi mengatakan, konflik internal dan antar negara sering kali berdampak signifikan pada indeks pasar saham, nilai tukar, dan harga komoditas.
Namun, kata dia, dampak ekonomi jangka panjang biasanya lebih rumit untuk dinilai. Dampak jangka panjang dari peristiwa yang tampaknya dramatis terhadap perilaku investor sulit diprediksi.
Konflik di Timur Tengah cenderung menyebabkan lonjakan harga minyak, tercermin dari embargo minyak OPEC pada tahun 1973-1974, revolusi Iran pada tahun 1978-1979, Perang Iran-Irak yang dimulai pada tahun 1980, dan Perang Teluk Persia pertama pada tahun 1990-1991.
“Ini karena kawasan ini menyumbang hampir sepertiga pasokan minyak global, ketidakstabilan apa pun dapat menciptakan ketidakpastian pasar berdasarkan kekhawatiran akan terganggunya pasokan minyak global,” kata Bianchi.
Ketidakpastian ini tercermin dalam premi risiko di pasar minyak. Ini adalah harga yang dibayarkan untuk minyak yang diperdagangkan sebelumnya di pasar berjangka versus harga minyak secara real-time.
“Hal ini mencerminkan keuntungan yang diharapkan diterima oleh spekulan dari pembelian dan penjualan minyak selama masa konflik, serta kebutuhan lindung nilai dari bisnis yang memproduksi dan mengkonsumsi minyak serta kekhawatiran mereka terhadap pasokan dan permintaan,” ujar Bianchi. (sn/cbn)