Selain kewenangan kuasi peradilan, Bawaslu memiliki kewenangan melekat dalam hal pengawasan seluruh tahapan pemilu. Fakta di lapangan, kewenangan pengawasan belum berjalan maksimal seperti yang di harapkan. Kewenangan penyelesaian sengketa proses juga menuai persoalan,. Karena model penyelesaian sengketa proses oleh Bawaslu tidak ekuivalen dengan prinsip dan asas hukum dalam sistem peradilan. Yang mempersyaratkan sang pengadil tidak memiliki konflik kepentingan dengan obyek yang akan di adili.
Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten Kota, (selanjutnya di sebut Bawaslu) memiliki kewenangan pengawasan dan penyelesaian sengketa proses. Di mana 2 (dua) kewenangan tersebut memiliki peran yang urgen. Dalam hal mengawal integritas proses dan integritas hasil pemilihan umum, peran pengawasan yang penting di laksanakan oleh Bawaslu.
Ssalah satunya adalah tahapan pemutakhiran daftar pemilih sampai dengan rekapitulasi penghitungan surat suara. Di mana terdapat banyak potensi pelanggaran yang menuntut Bawaslu agar jeli dalam tahapan tersebut. Di sisi yang berbeda Bawaslu di beri wewenang untuk menyelesaikan sengketa proses. Apabila terdapat peserta pemilu yang merasa di perlakukan tidak adil oleh penyelenggara. Atau akibat adanya perselisihan antar peserta pemilu.
Sengketa Proses
Kewenangan Bawaslu dalam menyelesaikan sengketa proses, satu sisi di anggap sebagai solusi. Yaitu atas kebuntuan bila terjadi persoalan perihal keputusan KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota yang di anggap merugikan peserta pemilu. Atau akibat perselisihan antar peserta pemilu, akan tetapi di sisi yang berbeda kewenangan ini pula menuai sejumlah persoalan. Beberapa di antaranya karena Bawaslu turut andil dalam proses pemilu yang menjadi pokok sengketa.
Keterlibatan Bawaslu memiliki makna ia hadir sebagai pengawas dalam tahapan pemilu yang sedang berlangsung. Dan ketika dalam proses tahapan yang telah di awasi tersebut d ipersoalkan oleh peserta pemilu. Maka tidaklah elok ketika Bawaslu bermetamorfosa menjadi pengadil. Karena pengadil mempersyaratkan orang yang tidak terlibat sama sekali dengan pokok yang akan di adili. Ahmad Mujahidin menegaskan bahwa pada prinsipnya lembaga pengadil membutuhkan kebebasan dari segala bentuk pengaruh.
Dalam hal ini menurut penulis termasuk pengaruh dari peran lembaga Bawaslu yang mendua. Rusli Muhammad dalam disertasinya juga memaparkan bahwa independensi lembaga peradilan tidak sekedar pada tingkatan prosesnya, melainkan juga menyentuh pada tataran organisasi, administrasi, keuangan, dan personilnya.
Dari gambaran singkat tersebut maka terjadi ambivalensi kedudukan Bawaslu sebagai pengadil satu sisi. Namun di sisi lain Bawaslu terlibat dalam pengawasan. Yang di mana pengawasan yang telah di lakukan oleh Bawaslu mempunyai keterkaitan dengan pokok materi yang di sengketakan.
Dari soal tersebut maka tidak heran ketika dalam praktik wibawa putusan Bawaslu dalam sengketa proses kurang begitu muncul, dan hal tersebut terkonfirmasi di lapangan. Di mana ternyata tidak semua putusan Bawaslu atas soal sengketa proses langsung di laksanakan oleh KPU,. Padahal secara eksplisit di sebut bahwa 3 (tiga) hari setelah putusan Bawaslu di bacakan KPU wajib melaksanakan.