Labuan Bajo, suaranusantara.co – Seorang Petani tomat berhasil mendapatkan keuntungan senilai Rp. 10.000.000/ton dalam waktu empat bulan hanya dengan modal Rp. 700.000 untuk biaya pengadaan bibit, pupuk dan obat-obatan. Petani ini berasal dari Nara, Desa Wae Kanta, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat.
Hal ini disampaikan oleh Benediktus Japa, yang akrab dipanggil Bene [49] tahun kepada suaranusantara.co Kamis [4/7],
“Saya cendrung memilih untuk menanam tomat karena hasilnya lebih banyak dan cara kerjanya lebih mudah bila dibandingkan dengan jenis tanaman holtikultura seperti, lombok, terung sawi dan tanaman sayuran lainnya. Meskipun harga tomat ini pada bulan-bulan tertentu sangat murah tetapi karena dalam jumlah yang banyak, kami tetap mendapatkan keuntungan yang memuaskan,” lanjutnya
Kata dia [Bene], ” Saya saja pernah panen tomat sampe empat ton, waktu itu harganya lagi naik saya mendapatkan yang Rp. 40.000.000, ya tidak juga mau menyombongkan diri paling tidak dengan hasil ini saya bisa membiayai pendidikan untuk anak saya,” imbuhnya
Saat ditanyai oleh media ini tentang apa saja perhatian dari Dinas pertanian Manggarai Barat, ia menjawab
” Memang selama ini kami pernah mendapat bantuan dari dinas pertanian berupa mesin penggempur tanah, house green dan pupuk dan bibit namun akhir-akhir ini tidak ada lagi bantuan. Kata mereka ada bantuan pembibitan dan pupuk namun sekarang sudah bulan Juli belum juga muncul bantuan,” ungkapnya
Meskipun tidak ada bantuan dari dinas terkait akhir-akhir ini, petani ini tetap bekerja secara mandiri tanpa berharap penuh pada bantuan, terangnya
“Selama ini kami hanya bekerja mandiri saja dalam arti segala kebutuhan kami seperti bibit, pupuk dan obat-obatan. Kebutuhan yang mahal adalah biaya pengadaan bibit, untuk bibit tomat saja harganya 250.000 itu pun tidak sampai satu kilo. Puji Tuhan dengan usaha ini kami bisa mendapatkan penghasilan yang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pendidikan anak,” ujar Bene
Soal pemasaran hasil pertanian jelas Bene, tidak terlalu sulit karena tinggal antar saja di pasar Lembor tidak butuh harus ke Labuan,
“Hampir semua hasil tanaman hortikultura asal dari Nara ini kami drop di pasar Lembor. Pedagang du sana bisa borong sampe 60 hingga 70 kg tomat, cabe, buncis, terung termasuk jenis sayuran lainnya. Kapan kelimpahan stok untuk pasar Lembor baru kami antar ke ruteng dan labuan itu pun terkadang pemborong sendiri yang langsung datang di lokasi kami, ” ujarnya
Soal hambatan yang dialami sebagai petani, Bene menerangkan,
“Hambatan yang kami hadapi selama ini adalah ketersediaan air yang bersumber dari selokan Wae Borong debitnya sangat lemah. Tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pertanian baik untuk kami yang bergerak di bidang tanaman Holti maupun untuk kebutuhan persawahan. Jika kondisi debit airnya kuat mungkin saja kami akan buka area pertanian yang lebih luas,” tuturnya,
Pihaknya, Bene mengharapkan agar janji Pemerintah Daerah Manggarai Barat untuk memperbaiki saluran air yang ada, dapat direalisasikan sehingga debit air yang ada dapat mencukupi kebutuhan kami,
“Kami sangat mengharapkan bantuan pemerintah sebab selama ini sudah sering kali dijanjikan akan ada dana untuk rehab selokan Wae Borong namun sampai saat ini belum juga ada bantuan. Kesulitan kami paling terasa terutama pada musim kemarau apa lagi banyak penggunanya. Harus dipikirkan juga oleh pemerintah bahwa pasokan sayur untuk pasar Lembor, justru bersumber dari wilayah Nara ini,” tandas Bene.