Sesuai arahan Menteri Desa, lanjut Abraham, BUMDes menjadi tulang punggung pembangunan desa di masa mendatang. Hal itu karena negara tidak mungkin terus meningkatkan jumlah kucuran dana desa karena kemampuan uang negara terbatas. Maka untuk menambah penghasilan di desa-desa, diharapkan bisa didapatkan dari BUMDes.
Namun jika melihat pengelolaan BUMDes yang tidak efektif, harapan BUMDes sebagai tulang punggung pemasukan kas desa tidak akan tercapai. Fakta di lapangan menunjukkan, BUMDes malah sebagai ajang korupsi bagi oknum perangkat desa.
“Pemerintah pusat maupun daerah perlu memberikan pelatihan yang lebih banyak lagi ke pengelolaan BUMDes. Supaya jiwa entrepreneurship (wirausaha) bisa muncul. Jika dilepas begitu saja, tanpa pelatihan dan pembinaan, kehadiran BUMDes nanti hanya untuk habis-habiskan dana desa,” tegas Abraham.
Anggota Komite I DPD RI ini mengacu pada UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam Pasal 90 disebutkan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUMDes dengan memberikan hibah dan akses permodalan. Kemudian melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar dan memprioritaskan BUMDes dalam pengelolaan sumber daya alam di desa.
Sementara dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendesa PDTT) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa disebutkan menteri bertugas menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria BUM Desa.
Gubernur melakukan sosialisasi, bimbingan teknis tentang standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan serta memfasilitasi akselerasi pengembangan modal dan pembinaan manajemen BUMDes di provinsi.
Adapun bupati/walikota melakukan pembinaan, pemantauan dan evaluasi terhadap pengembangan manajemen dan sumber daya manusia pengelola BUMDes.
Dengan berbagai regulasi yang ada, Abraham berharap instansi terkait semakin intens mengawasi pengelolaan BUMDes di desa-desa. Hal itu supaya dana desa tidak hilang karena salah urus atau hilang karena dikorupsi oknum perangkat desa.