Unsur-Unsur
Strafbaar Feit dipergunakan di Negeri Belanda yang beraliran paham monistis antara lain dikemukakan oleh Simon, “Strafbaar Feit” sebagai suatu perbuatan yang oleh hukum diancam dengan hukuman, bertentangan dengan hukum, dilakukan oleh orang yang bersalah dan orang itu dianggap bertanggung jawab atas perbuatannya.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan unsur-unsur dari Strafbaar Feit meliputi baik unsur-unsur perbuatan yang lazim disebut dengan unsur objektif, maupun unsur-unsur pembuat yang lazim disebut unsur subyektif dicampur menjadi satu. Sehingga Strafbaar Feit sama dengan syarat-syarat penjatuhan pidana sehingga seolah-olah dianggap kalau terjadi Strafbaar Feit maka pelakunya pasti dapat di pidana (Muladi dan Dwidja Priyatno).
Perbuatan pidana yang pokok pengertiannya harus mengenai perbuatan, dalam hal ini tidak mungkin mengenai orang yang melakukan perbuatan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Profesor Moeljatno di atas dengan cara memisahkan antara perbuatan dan pembuatnya. Pokok pengertian pada perbuatan dan apakah inkonkrito yang melakukan perbuatan tadi sungguh-sungguh dijatuhi pidana atau tidak, itu sudah di luar arti perbuatan pidana (Poernomo, 1985:126).
Pemikiran Baru
Pada perkembangannya telah tumbuh pemikiran baru tentang Strafbaar Feit, yang menurut pandangan Pompe, Jonkers dan Vos, telah tumbuh pemikiran tentang pemisahan antara “de strafbaarheit van heit feit” dan “de strafbaarheit van de dader”.
Dengan perkataan lain bahwa adanya pemisahan yang tegas antara “perbuatan yang dilarang dengan ancaman pidana” dan “orang yang melanggar larangan yang dapat dipidana”, dalam hal ini satu pihak tentang perbuatan pidana dan di pihak lain tentang kesalahan (Poernomo, 1985:126).
Perbuatan pidana yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana dinamakan “delik” yang dalam sistem KUHP terbagi dalam dua jenis yaitu (Poernomo, 1985:96):
Pertama, Kejahatan (misdrijven), yang disusun dalam Buku II KUHP, kejahatan adalah Criminal-onrecht yang merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan hukum atau dengan kata lain perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma menurut kebudayaan atau keadilan yang ditentukan oleh Tuhan dan membahayakan kepentingan hukum.
Contoh kejahatan dalam KUHP yaitu pada Pasal 362 tentang pencurian, Pasal 378 tentang pidana penggelapan dan lain-lain.
Kedua, Pelanggaran (overtredingen), disusun dalam Buku III KUHP, pelanggaran adalah polite–onrecht adalah perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa Negara atau dengan kata lain perbuatan yang pada umumnya dititikberatkan pada larangan yang diatur dalam peraturan penguasa Negara.
Contoh dari bentuk pelanggaran dalam KUHP adalah: Pasal 504 tentang pengemisan, Pasal 489 tentang kenakalan dan lain-lain.