Jakarta, suaranusantara.co — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Aliansi Masyarakat sipil dan sejumlah wartawan senior serta reporter menggelar aksi menolak tuntutan Menteri Pertanian Amran Sulaiman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena dinilai menyimpang dari ketentuan Undang-undang pers nomor 40 tahun 1999.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Nany Afrida dengan sapaan akrabnya Nany, saat menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 3/11/2025.
Aksi ini merupakan bentuk dukungan terhadap Jurnalis Tempo yang tengah digugat secara perdata oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan tuntutan ganti rugi senilai Rp. 200 Miliar.
Selain anggota AJI, aksi ini juga diikuti puluhan jurnalis Tempo, dari reporter muda hingga wartawan senior.
Agenda sidang lanjutan hari ini adalah mendengarkan keterangan saksi ahli, Yosep Stanley Adi Prasetyo.
Dalam gugatannya, Amran menuntut Tempo membayar ganti rugi lebih dari Rp 200 miliar karena dianggap merusak citra dan reputasinya, serta nama baik Kementerian Pertanian, karena laporan sampul pemberitaan Tempo bertajuk “Poles-poles Beras Busuk.”
Menyikapi tuntutan ini, Ketua Umum AJI Indonesia Nany menegaskan bahwa sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Menurut Nany, langkah Menteri Amran menggugat Tempo ke pengadilan menunjukkan kekeliruan dalam memahami kedudukan pers sebagaimana diatur undang-undang.
Sengketa pers memiliki dua mekanisme penyelesaian, yakni melalui hak jawab atau hak koreksi, serta mediasi di Dewan Pers.
“Gugatan sebesar Rp 200 miliar ini merupakan bentuk upaya pembungkaman dan pembangkrutan media,” ujar Nany dalam orasi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ia menilai gugatan ini tidak hanya mengancam TempoTuntutan Menteri Pertanian Dinilai Menyimpang dari UU Pers. AJI Bersama Masyarakat Gelar Aksi
Jakarta, suaranusantara.co — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Aliansi Masyarakat sipil menggelar aksi menolak tuntutan Menteri Pertanian Amran Sulaiman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena dinilai menyimpang dari ketentuan Undang-undang pers nomor 40 tahun 1999.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Nany Afrida dengan sapaan akrabnya Nany, saat menggelar aksi solidaritas di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 3/11/2025.
Aksi ini merupakan bentuk dukungan terhadap Jurnalis Tempo yang tengah digugat secara perdata oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan tuntutan ganti rugi senilai Rp. 200 Miliar.
Selain anggota AJI, aksi ini juga diikuti puluhan jurnalis Tempo, dari reporter muda hingga wartawan senior.
Agenda sidang lanjutan hari ini adalah mendengarkan keterangan saksi ahli, Yosep Stanley Adi Prasetyo.
Dalam gugatannya, Amran menuntut Tempo membayar ganti rugi lebih dari Rp 200 miliar karena dianggap merusak citra dan reputasinya, serta nama baik Kementerian Pertanian, karena laporan sampul pemberitaan Tempo bertajuk “Poles-poles Beras Busuk.”
Menyikapi tuntutan ini, Ketua Umum AJI Indonesia Nany menegaskan bahwa sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Menurut Nany, langkah Menteri Amran menggugat Tempo ke pengadilan menunjukkan kekeliruan dalam memahami kedudukan pers sebagaimana diatur undang-undang.
Sengketa pers memiliki dua mekanisme penyelesaian, yakni melalui hak jawab atau hak koreksi, serta mediasi di Dewan Pers.
“Gugatan sebesar Rp 200 miliar ini merupakan bentuk upaya pembungkaman dan pembangkrutan media,” ujar Nany dalam orasi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ia menilai gugatan ini tidak hanya mengancam Tempo sebagai institusi media, tetapi juga berbahaya bagi kebebasan pers secara umum. “Hari ini Tempo yang digugat, tapi ke depan bisa saja gugatan serupa ditujukan kepada media lain yang mengkritik pemerintah,” katanya.
Kata Nany, kasus ini harus merupakan pelajaran bagi pejabat publik dan lembaga pemerintah dalam memahami mekanisme penyelesaian sengketa pers.
Membawa perkara ke pengadilan umum merupakan bentuk pembungkaman melalui jalur hukum. sebagai institusi media, tetapi juga berbahaya bagi kebebasan pers secara umum. “Hari ini Tempo yang digugat, tapi ke depan bisa saja gugatan serupa ditujukan kepada media lain yang mengkritik pemerintah,” katanya.
Nany menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi pelajaran bagi pejabat publik dan lembaga pemerintah dalam memahami mekanisme penyelesaian sengketa pers.
Membawa perkara ke pengadilan umum merupakan bentuk pembungkaman melalui jalur hukum.







































































![Desy Ratnasari [Instagram]](https://www.suaranusantara.co/wp-content/uploads/2021/05/desy-ratnasari-120x86.jpg)


