Jatim, Suaranusantara.co – Tari Jaran Kepang, Jaranan atau Kuda Lumping adalah kesenian rakyat atau tarian penunggang kuda (jaran) dengan kuda mainan. Jaran Kepang terbuat dari bilahan anyaman bambu dengan rangkaian sedemikian rupa yang di jepit di antara dua kaki penari.
Jaran Kepang berasal dari dua kata bahasa Jawa, yaitu Jaran (kuda) dan Kepang (anyaman bambu).
Kuda-kudaan tersebut memiliki aksesori serta pewarnaan sehingga bentuknya menyerupai kuda sungguhan. Iringan musiknya sederhana, dengan dominasi kenong dan terompet.
Awalnya, Tari Jaran Kepang adalah bagian dari ritual menolak bala, mengatasi berbagai musibah, meminta kesuburan pada lahan pertanian, mengharap keberhasilan panen, dan supaya masyarakat aman dan tenteram.
Asal usul Jaran Kepang
Jaran Kepang berkembang dan banyak terdapat di daerah Jawa antara lain, di Tulungagung, Kediri, Nganjuk dan sekitarnya. Wilayah-wilayah tersebut memang memiliki totem berupa hewan kuda.
Dulu ketika kegiatan manusia masih berkaitan erat dengan hutan dan desa, jaran kepang merupakan bentuk persembahan dalam budaya animisme.
Animisme adalah kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda, dan manusia kala itu menggunakan jaran kepang untuk menyalurkan roh hewan yang sudah diburu.
Dengan adanya kemajuan peradaban, masyarakat Jawa menjadi lebih agraris, sehingga Jaran Kepang berfungsi sebagai penyalur roh terhadap leluhur (arwah) sebagai wujud memohon perlindungan dan mengirim doa.
Masyarakat Jawa menjalankan ritual ini untuk mewujudkan selamatan dalam fase-fase penting kehidupan manusia. Sepertu kelahiran, tumbuh kembang seseorang bahkan kematian, hingga kegiatan bersih desa.
Sebelum memulai pertunjukan Jaran Kepang, mereka harus meminta izin kepada pepunden di lingkungan tersebut. Mereka memberikan sesaji dan beberapa barang sebagai syarat yang harus terpenuhi untuk memanggil roh leluhur di daerah tersebut .
Setelah itu para penari mulai masuk dalam arena pertunjukan bersama pawang yang menebarkan kemenyan di setiap sudut arena. Ini merupakan ucapan salam kepada seluruh hal-hal gaib. Selain itu juga sebagai pamujo kepada Yang Maha Kuasa. Prosesi ini merupakan awal mula pembukaan segala bentuk ruang spiritualitas.