Jakarta, Suaranusantara.co – Kematian Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menjadi sorotan publik setelah banyaknya kejanggalan akibat dugaan bentuk kekerasan. Kejanggalan itu antara lain luka bekas sayatan, jari dan bahu yang patah dan rahang bergeser. Bareskrim Polri menarik kasus dari Polda Metro dan Polres Jakarta Selatan, terkait kasus yang menewaskan Brigadir J. Peristiwa terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Pemicu kejadian karena adanya (dugaan) pelecehan seksual oleh sang ajudan terhadap istri Ferdy Sambo.
https://www.youtube.com/watch?v=4PH6aXrLVco
Kini timbul pertanyaan apakah Brigadir J yang sudah meninggal bisa lanjut proses hukumnya? Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Prof. Supardji Ahmad, menilai proses hukum tersebut secara otomatis akan berhenti. Lantaran orang yang menjadi (terduga) pelaku sudah tidak ada alias meninggal.”
Dalam Pasal 109 KUHP ayat 2 ‘dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti. Atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum. Maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Proses hukum itu tujuannya untuk membuat terang benderang perkara dan menentukan siapa yang salah dan yang benar. Jangan sampai abai begitu saja kemudian muncul dugaan jawaban yang tidak jelas karena tidak ada tindakan hukum,”terang Supardji.
“Karena ini juga penting buat almarhum (Brigadir J). Jangan sampai terjadi fitnah kepada yang bersangkutan, karena tanpa ada proses hukum yang tadi. Kalau mereka tidak menemukan dugaan itu maka nama baik almarhum akan baik,” demikian Suparji mengakhiri pembicaraan.