Bali, Suaranusantara.co – Masyarakat Bali menyebut Tari Legong sebagai tari penyambutan untuk para tamu. Tarian ini memang salah satu yang populer dalam dunia pariwisata di Bali yang sering menjadi pilihan untuk tari penyambutan.
Biasanya 2 penari memerankan Tari Legong. Salah satu Penari Legong selalu membawa kipas, sedangkan penari lainnya yakni Condong tidak. Penari Condong menari selama 10-15 menit sebagai pembuka dengan karakter tarian yang ‘tajam dan intens’. Selama condong menari, dua penari legong menggerakkan badan seperti berayun mengikuti iringan penabuh gamelan.
Warna busana para penari sangat khas, yaitu merah, kuning dan ungu dengan rangkaian bunga memanjang di dekat mahkota. Penari Legong memang selalu tampil penuh dengan aksesoris, mulai dari ujung rambut hingga ke ujung kaki.
Sejarah Tari Legong
Kata “legong” berasal dari gabungan kata “leg” yang berarti gerak tari yang luwes atau lemah gemulai, dan kata “gong” yang artinya gamelan. Jadi gerakan tari legong merupakan harmonisasi tari dengan bunyi gamelan yang mengiringi.
Asal-usul tari legong memiliki banyak versi. Salah satu versi populer mengacu pada Babad Dalem Sukawati, yang menyebut ide tarian ini berasal dari Raja Sukawati, I Dewa Agung Made Karna, sekitar awal abad ke-18. Kisahnya, saat sedang bersemedi, raja melihat 9 bidadari yang menari di surga dengan mengenakan topeng, pakaian yang indah serta hiasan kepala yang terbuat dari emas. Selesai bersemedi, raja menciptakan koreografi tari dengan iringan gamelan semar pegulingan seperti yang terlihat saat bersemedi.