Adapun utang (ial-qardhu) bagi debitur/peminjam (muqtaridh) diperbolehkan, karena Rasulullah saw. telah meminjam unta kepada Abu Bakar r.a. dan mengembalikannya dengan unta yang lebih baik. Beliau bersabda: “sesungguhnya manusia yang paling baik adalah orang yang paling baik pengembalian utangnya.” (HR. Bukhari)
Sementara ijma’ ulama menyepakati bahwa qardh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya
Rukun dan Syarat Qardh
Rukun qardh diperselisihkan para fuqaha, menurut Hanafiah rukun qardh adalah ijab dan qabul, sedangkan menurut jumhur fuqaha rukun qardh adalah:
1. ‘Aqid
Untuk aqid, baik muqridh maupun muqtaridh disyaratkan harus orang yang dibolehkan melakukan tasarruf atau memiliki ahliyatul ada. Oleh karena itu, qardh tidak sah apabila dilakukan oleh anak yang masih dibawah umur atau orang gila. Syafi’iyah memberikan persyaratan untuk muqridh, antara lain:
a. Ahliyah atau kecakapan untuk melakukan tabarru
b. Mukhtar (memiliki pilihan)
Sedangkan untuk muqtaridh disyaratkan harus memiliki ahliyah atau kecakapan untuk melakukan muamalat, seperti baligh, berakal, dan tidak mahjur ‘alaih.
2. Ma’qud ‘Alaih
Menurut jumhur ulama yang terdiri atas Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, yang menjadi objek akad dalam al-qardh sama dengan objek akad salam, baik berupa barang-barang yang ditakar (makilat) dan ditimbang (mauzunat), maupun qimiyat (barang-barang yang tidak ada persamaannya di pasaran), seperti hewan, barang-barang dagangan, dan barang yang dihitung atau dengan perkataan lain, setiap barang yang boleh dijadikan objek jual beli, boleh pula dijadikan objek akad qardh.
3. Shighat (Ijab & Qabul)
Qardh adalah suatu akad kepemilikan atas harta. Oleh karena itu, akad tersebut tidak sah kecuali dengan adanya ijab dan qabul, sama seperti akad jual beli dan hibah. Shighat ijab bisa dengan menggunakan lafal qardh (utang atau pinjaman) dan salaf (utang), atau dengan lafal yang mengandung arti kepemilikan. Contohnya: “saya milikan kepadamu barang ini, dengan ketentuan anda harus mengembalikan kepada saya penggantinya”. Penggunaan kata milik disini bukan berarti diberikan cuma-cuma, melainkan pemberian utang yang harus dibayar.









































































