Oleh: Anna Saraswati, Fakultas Hukum UAI
Jakarta, Suaranusantara.co – Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (FH UAI) telah diluncurkan secara resmi sejak 28 Agustus 2024. FH UAI sendiri telah berdiri sejak tahun 2001, sementara Program Magister Hukum berjalan sejak tahun 2014.
Dalam sesi perkuliahan, Dr. Fokky Fuad, salah seorang dosen PDIH menyatakan, “Tidak semua ide gagasan sebuah riset dapat diletakkan dalam ranah disertasi Doktoral. Beberapa proposal disertasi seringkali tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah riset disertasi. Saya selalu menjelaskan kepada para promovendus (calon Doktor) bahwa sebuah riset disertasi wajib melakukan telaah atau kajian kritis terhadap bangunan teoritik yang sudah ada saat ini untuk menghasilkan temuan berbentuk novelty,”.
Menurut Dr. Fokky, beberapa draft disertasi tidak layak dikategorikan sebagai tesis magister karena tidak memenuhi syarat di atas. Setelah mencoba menelaah sebuah research gap atas tema yang diangkat, maka langkah selanjutnya seorang promovendus wajib melakukan kajian kritis secara mendalam. Untuk itu seorang promovendus harus berangkat dari sebuah ranah filsafat untuk mencoba mengkritik secara tajam atas basis teori-teori yang ada selama ini.
“Teori diletakkan dalam sebuah hubungan tesis – antitesis – sintesis. Seorang promovendus melihat teori yang ada sebagai sebuah pernyataan tesis (sesuatu yang diyakini saat ini sebagai sesuatu yang benar dalam ranah pengetahuan). Promovendus harus memberikan sebuah tantangan dan uji kritis terhadap bangunan teori tadi dengan mencoba menelaah beberapa teori lainnya yang mengkritik teori yang hendak diuji,” demikian lanjutnya.
Kedua teori yang saling berhadapan merupakan sebuah anti-tesis dalam sebuah perdebatan teoritik. Dalam perdebatan antar teori ini, promovendus harus mampu membangun sebuah sintesis dari adanya perdebatan antar teori yang tengah dan telah diuji tadi. Sintesis inilah yang akan menjadi novelty dalam sebuah disertasi yang diajukan oleh seorang promovendus.
“Jika novelty yang diajukan dalam sebuah disertasi diterima oleh komisi penguji, maka seorang promovendus layak diangkat dan ditahbiskan menjadi Doktor (PhD). Untuk itu tugas berat seorang promovendus adalah membangun sebuah sintesis berupa novelty disertasi. Seorang promovendus dalam membangun sebuah novelty sangat tidak mudah, butuh perjuangan yang berat karena ia harus menelaah semua teori-teori yang ada selama ini secara kritis secara mandiri. Butuh kesabaran luar biasa dan tidak instan dalam melakukan kajian kritis terhadap semua teori yang ada,” pungkasnya.
Program Doktor FH UAI
Saat peluncuran PDIH beberapa waktu yang lalu, Prof. Dr. Asep Saefuddin, Rektor UAI, dalam sambutannya menjelaskan bahwa karakter research university adalah keberadaan Program Doktor didalamnya. Program Doktor (S3) lebih berfokus pada tataran riset dibandingkan Program Sarjana (S1) dan Program Magister (S2).
Sementara Prof. Dr. St. Burhanuddin, Jaksa Agung RI, selaku Wakil Ketua Dewan Penyantun UAI, menyampaikan orasi ilmiah. Dinyatakan bahwa perubahan paradigma terjadi dengan melihat adanya kesadaran hukum masyarakat, tuntutan atas keadilan menjadi sangat tinggi. Keadilan tidak pernah memandang suku bangsa dan agama, semua setara di mata hukum.
Menurutnya, peran akademisi adalah profesi mulia dalam penyebarluasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Akademisi perlu berpartisipasi dalam penyusunan produk hukum, yang selanjutnya akan dilaksanakan oleh para penegak hukum termasuk Kejaksaan. Dengan demikian, Kejaksaan membutuhkan akademisi dalam membuat terang sebuah perkara hukum berdasarkan keahliannya.
Dikutip dari laman resmi PDIH FH UAI, program studi S3 ini mengemban visi “Membentuk ahli hukum di bidang ekonomi dan teknologi yang unggul dan bermartabat, memiliki kemampuan intelektual berdasarkan keahlian yang dimiliki berlandaskan nilai-nilai spiritual, moral dan etika Islami.”
Pendirian Program Doktor menjadi langkah awal FH UAI dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan guna memenuhi tuntutan perkembangan modernitas ilmu hukum. Selain itu, program ini juga mengedepankan nilai-nilai yang bernafaskan keislaman.